Kamis, 10 September 2009

LOGO KITA

Selasa, 23 Juni 2009

TIPS AGAR TERHINDAR DARI KETERLIBATAN PERBUATAN KORUPSI

HAL-HAL YANG HARUS DICERMATI UNTUK MENGHINDAR DARI KETERLIBATAN PERBUATAN KORUPSI :

1. Jangan memberikan sesuatu baik berupa uang atau barang, untuk melicinkan suatu proses adminsitrasi.

2. Agar tidak sekalipun pernah meminjamkan rekening bank yang dimiliki, untuk menampung suatu transaksi pihak lain, walau teman karib sekalipun yang meminta.

3. Agar aktif untuk mengecek mutasi rekening bank, dan langsung melakukan croos check kepada Bank yang bersangkutan, jika menurut kita sebagai pemilik rekening ada transaksi mutasi penambahan atau pengurangan saldo yang tidak kita ketahui dan mengerti telah terjadi.

4. Sebelum melakukan pengurusan dan berhubungan dengan suatu Instansi Pemerintah, sebaiknya kita bertanya dahulu kepada pihak-pihak yang pernah melaksanakan pengurusan administrasi di Instansi tersebut, dan selalu menanyakan kepada bagian Informasi di Instansi tersebut, bagaimana cara melakukan dan menjalani proses administrasi di Instansi tersebut.

5. Jangan sekali-kali menyerahkan pengurusan administrasi di suatu Instansi pemerintah dengan mempergunakan calo, apalagi jika kita tidak mengenal siapa si calo tersebut, karena dengan gampangnya nanti kita mengalami hal-hal yang merugikan kita sendiri.

6. Jika berhubungan dengan seseorang pada proses pengurusan Administrasi disuatu Instansi, maka kita mesti cermat mengetahui identitas orang tersebut, dan selalu membuat suatu administrasi sederhana (dalam bentuk tanda terima lengkap tanggal transaksi dilakukan), untuk menghindarkan kerugian jika terjadi kehilangan berkas-berkas yang sedang diurus.

7. Diharapkan kepada kita semua jika berurusan pada suatu Instansi pemerintah, untuk meluangkan waktu membaca-baca spanduk, pengumuman-pengumuman yang tertera disekitar ruangan atau kantor instansi tersebut, karena biasanya hal ini dibuat, untuk memenuhi standar Good Governance dalam hal pemberian Informasi kepada masyarakat.

8. Jika terjadi suatu masalah berupa keterlambatan ataupun adanya suatu proses yang terhenti, dan proses yang tidak menuruti prosedur, maka jangan sungkan-sungkan untuk membuat pengaduan kepada atasan oknum yang mempersulit, dan atau melaporkan hal ini kepada Lembaga Ombudsman.

9. Jangan sekali-kali menawarkan suatu suap kepada aparat, karena bisa saja kita dianggap melakukan perbuatan suap, ataupun perbuatan tidak menyenangkan oleh si aparat yang kebetulan jujur atau mungkin kesal terhadap apa yang kita berikan tersebut, karena tidak sesuai dengan keinginan terpendam yang diinginkannya.

10. Selalu aktif bertanya dan bersosialisasi dengan masyarakat lain yang sama melakukan pengurusan disuatu Instansi pemerintah, karena dengan banyak aktif bertanya serta bersosialiasi ketika kita menunggu proses berjalan, kemungkinan besar kita akan dapat informasi-informasi yang menguntungkan kita dan menghindarkan kita dari kerugian.
Untuk hal yang satu ini penulis mengingatkan untuk selalu berhati-hati terhadap orang-orang yang ramah dan juga menawarkan sesuatu minuman atau makanan yang dibawanya untuk kita makan atau minum, karena kemungkinan mereka ini adalah psikopat yang akan merugikan kita. Saran saya usahakanlah kita selalu berada ditempat yang ramai.

11. Berlanjut ......

Minggu, 07 Juni 2009

PINTU GERBANG DUNIA PERS

Senin, 01 Juni 2009

PINTU GERBANG AWAL PERJUANGAN

Minggu, 31 Mei 2009

BAHAN-BAHAN KULIAH FAKULTAS SOSIAL POLITIK

BAHAN-BAHAN PERKULIAHAN FAKULTAS HUKUM

Perbuatan melawan hukum, konsepsi dan maknanya
dalam lingkup hukum perdata.

Oleh /arsip : Lukas >salambersih@gmail.com <>

Istilah “perbuatan melawan hukum” dalam bahasa belanda disebut dengan istilah “Onrechmatige daad” atau dalam bahasa Ingeris disebut dengan istilah “tort”
Kata “tort” berasal dari kata latin “torquere” atau “tortus” dalam bahasa Prancis, seperti kata “wrung” yang berarti kesalahan atau kerugian (injury).
Prinsip, tujuan dari dibentuknya suatu sistem hukum dikenal dengan perbuatan melawan hukum, adalah untuk dapat tercapai seperti apa yang disebut oleh peribahasa latin yaitu :
“Juris praecepta sunt haec, honeste vivere, alterum non laedere, suum cuque tribuere”
(Hukum adalah hidup secara jujur, tidak merugikan orang lain, dan memberikan orang lain haknya).
Dalam ilmu hukum dikenal 3 (tiga) kategori perbuatan melawan hukum, yaitu sebagai berikut :
Perbuatan melawan hukum karena kesengajaan
Perbuatan melawan hukum tanpa kesalahan (tanpa unsur kesengajaan maupun kelalaian).
Perbuatan melawan hukum karena kelalaian.
Secara klasik yang dimaksud dengan “perbuatan” dalam istilah perbuatan melawan hukum adalah :
- Nonfeasance merupakan tidak berbuat sesuatu yang diwajibkan oleh hukum
- Misfeasance merupakan perbuatan yang dilakukan secara salah, perbuatan mana merupakan kewaji-bannya.
- Malfeasance merupakan perbuatan yang dilakukan padahal pelakunya tidak berhak untuk melaku-kannya. (William C. Robinson, 1882:127).
Model tanggung jawab hukum menurut hukum perdata adalah :
Tanggung jawab dengan unsur kesalahan (kesengajaan dan kelalaian) sebagaimana terdapat dalam Pasal 1365 KUH Perdata.
Tanggung jawab dengan unsur kesalahan, khususnya unsur kelalaian, sebagaimana terdapat dalam Pasal 1366 KUH Perdata.
Tanggung jawab mutlak (tanpa kesalahan) dalam arti yang sangat terbatas ditemukan dalam Pasal 1367 KUH Perdata.
Dalam perkembangannya,Perbuatan melawan hukum telah diartikan secara luas menjadi sebagai berikut :
Perbuatan yang bertentangan dengan hak orang lain.
Perbuatan yang bertentangan dengan kewajiban hukumnya sendiri.
Perbuatan yang bertentangan dengan kesusilaan.
Perbuatan yang bertentangan dengan kehati-hatian atau keharusan dalam pergaulan masyarakat yang baik.
Sengketa yang bersifat perdata ini merupakan wewenang dari Pengadilan Umum.
Perbuatan melawan hukum oleh penguasa (Onrechtmatige overheids-daad).

Penguasa sebagai badan hukum publik mempunyai 2 jenis tugas kewajiban, yakni tugas kewajiban yang terletak dalam lapangan hukum publik dan hukum privat.
Dalam lapangan hukum publik :
Wewenang Jabatan TUN yang dapat mengikat para warga masyarakat dengan tindakan-tindakan hukumnya serta sarana-sarana upaya hukum untuk melawannya tersebut, seperti halnya hukum tata negara.
Dalam lapangan hukum perdata (privat) :
Dalam melaksanakan tugas pemerintahannya juga tidak jarang menggunakan ketentuan-ketentuan hukum perdata, seperti melakukan jual beli, sewa-menyewa, memborong pekerjaan, mengadakan kontrak-kontrak, dan sebagainya.
Dasar wewenang pada hukum perdata untuk mengadili tuntutan-tuntutan yang didasarkan atas perbuatan melawan hukum oleh penguasa, sebelum berlakunya Undang-Undang No. 5 tahun 1986 adalah Pasal 2 RO maupun pasal 101 UUDS RI Hakim berkuasa memeriksa dan mengadili perkara terhadap pemerintah.
Beberapa keputusan Mahkamah Agung RI memberikan dasar hukum, bahwa sementara belum dibentuk suatu Pengadilan Administrasi, pengadilan umumlah yang berwenang mengadili tuntutan ganti kerugian yang diderita seseorang karena perbuatan melawan hukum oleh Penguasa.
Dengan berlakunya UU No. 5 Tahun 1986, maka dalam hal yang menjadi pokok sengketa adalah suatu penetapan tertulis, maka hakim TUN memang diberi wewenang untuk menetapkan suatu ganti rugi terhadap tergugat (instansi pemerintah), namun pembuat Undang-Undang masih tidak dengan tegas menghapus kewenangan Hakim Perdata sebagai Hakim Umum yang memutuskan tentang tuntutan ganti rugi terhadap Penguasa masih secara langsung menjadi wewenang Hakim Perdata, yang berarti jika sengketa itu bukan mengenai suatu Penetapan tertulis, maka setiap tuntutan ganti rugi terhadap penguasa masih secara langsung menjadi wewenang Hakim Perdata.
Sepanjang Pemerintah itu memiliki kebebasan untuk menentukan kebijaksanaannya, maka Hakim Perdata hanya dapat menguji perbuatan pemerintahannya itu pada larangan de’tournement de pouvoir dan pada larangan willekeur. Pengujian menurut asas-asas umum pemerintahan yang baik lainnya hanya dilakukan Hakim Perdata semata-mata dalam kerangka pengujian pada larangan willekeur. Memang dalam perkara-perkara gugatan ganti rugi, perlawanan, permohonan untuk ditetapkan apa hukumnya, pengujian menurut asas-asas umum pemerintahan yang baik itu juga dapat diterapkan.
Kesimpulan:
Hakim Pengadilan Perdata masih berwenang menangani dan memutus tentang tuntutan ganti rugi terhadap pemerintah, sepanjang sengketa tersebut bukan berasal dari suatu Penetapan tertulis dari Pejabat TUN.
Hal ini dapat terjadi,karena pihak pembuat Undang-Undang tidak menyatakan secara tegas untuk mencabut wewenang tersebut sejak berlakunya UU No. 5 tahun 1986.
Hakim Tun berwenang untuk menetapkan ganti rugi dalam hal pokok sengketa adalah suatu Penetapan tertulis dari Pejabat TUN.

SIFAT DAN TEMPAT HUKUM PIDANA,
SUSUNAN KUH PIDANA

(Ringkasan dari buku 1 Utrecht)
Oleh/arsip : Lukas >salambersih@gmail.com<>

Hukum Pidana adalah hukum sanksi istimewa dimana sebagian besar sarjana hukum melihat hukum pidana itu sebagai hukum publik, Pendapat ini tidak hanya dilontarkan oleh para sarjana hukum pidana saja, tetapi oleh sarjana-sarjana hukum lain seperti : Van Apeldoorn dan Bellefroid

Hukum Pidana merupakan Hukum Publik :
Para sarjana hukum pidana yang berpendapat hukum pidana hukum publik
yaitu :
Van Hamel
Karena hukum pidana dijalankan sepenuhnya oleh pemerintah
Simons
- Bahwa hukum pidana itu mengatur perhubungan para individu dengan masyarakat
- Bahwa penuntutan suatu peristiwa pidana dilakukan oleh kejaksaan (pemerintah)

Van Hattum
- Memberikan suatu ikhtisar sejarah perkembangan hukum dari suatu pembalasan dendam partikelir sampai menjadi suatu tindakan pemerintah guna menyelamatkan kepentingan umum
Hukum Pidana bukan merupakan Hukum Publik
Dari para sarjana hukum pidana ada yang berpendapat bahwa hukum pidana merupakan hukum sanksi, karena hukum pidana hanya membuat suatu sanksi lebih keras atas pelanggaran seperti yang dikatakan oleh Van Kan
Pembagian Hukum Pidana :
Hukum pidana dapat dibagi menjadi 2 (dua) yaitu : hukum pidana biasa atau hukum pidana umum dan hukum pidana khusus
Hukum pidana biasa atau hukum pidana umum :
Merupakan hukum pidana yang berlaku bagi seluruh orang yang ada diwilayah Indonesia terkecuali yang mempunyai hak diplomatik.
Hukum pidana komunal (communaal strafrecht)
Hukum pidana biasa tidak semuanya dibuat oleh pemerintah pusat, yang dibuat oleh pemerintah daerah swatantra disebut sebagai hukum pidana komunal
Hukum Komunal ini umumnya mengatur sanksi atas pelanggaran saja.
Walaupun hukum komunal ini mengatur hal-hal khusus, tetapi belum dapat dikatakan sebagai hukum pidana khusus, karena tidak mengandung azas-azas pidana yang menyimpang dari azas-azas pidana umum.
Hukum pidana khusus
Merupakan hukum pidana yang khusus dibuat untuk beberapa subyek hukum atau untuk beberapa peristiwa pidana tertentu, oleh karenanya hukum pidana khusus ini memuat ketentuan-ketentuan yang menyimpang dari ketentuan-ketentuan dan azas-azas yang tercantum dalam peraturan-peraturan hukum pidana umum (menurut Pompe dan Van Hattum)
Yang termasuk pidana khusus antara lain :
a. Hukum pidana militer
b. Hukum pidana fiskal
c. Hukum pidana ekonomi
d. Hukum pidana politik

Susunan KUH Pidana
KUH Pidana tahun 1915 hanyalah kodifikasi sebagian hukum pidana positif bagian lain hukum pidana positif tertulis dalam peraturan-peraturan perundang-undangan lain.
KUH Pidana terdiri atas 569 pasal dan dibagi dalam tiga buku, yaitu :
Buku I : Ketentuan-ketentuan umum (juga disebut bagian umum) dimulai
dari pasal 1 s/d. pasal 103
Buku II : Kejahatan dimulai dari pasal 104 s/d. pasal 448
Buku III : Pelanggaran dimulai dari pasal 449 s/d. pasal 569
Dalam buku I inilah dimasukkan azas-azas (hukum) pidana yang umumnya berlaku bagi seluruh lapangan hukum pidana positif, baik yang termuat dalam KUHPidana maupun yang termuat dalam peraturan-peraturan perundang-undangan yang lain, pengertian-pengertian antara lain seperti :
- Percobaan (poging) Pasal 53 – 54 KUHPidana,
- Turut serta (deelneming) Pasal 55 – 62 KUHPidana
- Gabungan (Samenloop) Pasal 63 – 71 KUHPidana
Ilmu hukum pidana modern mempunyai dua bagian yaitu :
a. Bagian yang mempelajari pengertian-pengertian dan azas-azas hukum pidana yang menjadi dasar seluruh hukum pidana (ilmu hukum pidana umum)
b. Bagian yang mempelajari khusus masing-masing delik-delik (ilmu hukum pidana khusus).
KUHPIdana membagi delik-delik (peristiwa-peristiwa pidana) itu dalam :
- Kejahatan (misdrijf) diatur dalam buku II
- Pelanggaran (overtreding) diatur dalam buku III
Pembagian delik dalam “kejahatan” dan “pelanggaran” menurut Memorie van Toelichting berdasarkan perbedaan antara apa yang disebut “delik hukum” (rechts delict) dan apa yang disebut “delik undang-undang” (wets delict).


Juga peraturan-perturan lain, yang memuat sanksi pidana, senantiasa dengan
Tegas menerangkan bahwa delik yang bersangkutan adalah suatu “kejahatan” atau suatu “pelanggaran”
Pada hakekatnya setelah tahun 1915 KUHPidana mengenal beberapa delik tertentu yang dikwalifikasikan sebagai :
- Kejahatan enteng (ringan)
yaitu kejahatan-kejahatan yang disinggung dalam pasal-pasal 302, 315,
352, 364, 373, 379, 384, 407, 482.
- Kejahatan
- Pelanggaran
Pembagian delik dalam “kejahatan” dan “pelanggaran” seperti yang diadakan oleh KUHPidana itu menimbulkan akibat penting dalam hukum pidana positif.
Dalam hal Kejahatan :
- Harus dibuktikan dulu adanya sengaja (opzet) atau kealpaan (culpa, schuld)
Jika adanya sengaja atau kealpaan itu tidak dapat dibuktikan, maka terdakwa
dibebakan dari hukuman (vrijspraak), dan yang harus membuktikan hal ini
adalah jaksa (dan hakim).
- Poging dalam kejahatan akan dihukum.
- Pengaduan merupakan syarat penuntutan sesuatu delik.
- Untuk concursus realis diambil salah satu hukum yang terberat ditambah 1/3
nya.
- Hukuman tambahan atas penyitaan benda dapat ditetapkan dan dijalankan
walaupun tidak diatur dengan tegas dalam undang-undang.
- Jika perbuatan tindak pidana diluar negeri, di Indonesia termasuk kejahatan,
maka perbuatan itu dapat dihukum.
Dalam hal Pelanggaran :
- Disini adanya sengaja ataupun kealpaan itu tidak perlu dibuktikan, karena
telah dianggap (verondersteld) ada, tetapi bila terdakwa berhasil mem-
buktikan bahwa Ia tidak bersalah, maka ia dibebaskan dari hukuman.
Azas ini terkenal dengan rumus “Tiada hukuman dengan tiada kesalahan
(geen straf zonder schuld).

- Dalam hal pelanggaran, maka mencoba (poging) dan membantu
- Jangka waktu berlakunya untuk menuntut hukuman dan jangka waktu hak
untuk menjalankan hukuman yang telah dijatuhkan adalah lebih pendek.
- Hanya dalam pelanggaran dapat diadakan afkoop yaitu penebusan penuntu-
tutan pidana
- Penyitaan benda dalam hal hukuman tambahan ada jika tegas-tegas dinyata-
kan dalam undang-undang.
- Jika perbuatan tindak pidana di luar negeri masuk dalam kategori pelanggaran
di Indonesia tidak dapat dihukum

ANALISA AKHIR KLIPING BERITA
Oleh/arsip: Lukas >salambersih@gmail.com<>

BAB 1
Pendahuluan


Dari keseluruhan kliping berita dengan topik “Konflik Tata Usaha Negara” yang penulis ambil dari berita web Kompas.com, maka terkumpullah berita dengan judul sebagai berikut :
1. “No Way” Kalau Ada Propinsi Ingin Merdeka (Senin, 7 Pebruari 2000)
2. Jangan Pengaruhi Hakim Tata Usaha Negara (Sabtu, 26 Pebruari 2000)
3. Penegak Hukum dan Aparat Keamanan pada Titik Nadir (Selasa, 29 Agustus 2000)
4. Putusan Menusuk Rasa Keadilan (Selasa, 29 Agustus 2000)
5. Kepala Dinas Tata Kota Bantah Rekomendasikan Baliho Pepsodent (Jumat, 10 Nopember 2000).
6. Jelang Otoda Perlu Kesepakatan Antardaerah (Sabtu, 11 Nopember 2000)
7. Belum Ada Hukum untuk Tangani Konflik (Senin, 19 Maret 2001)
8. Perizinan Usaha Hambat Perkembangan Pengusaha Kecil (Jumat, 24 Agustus 2001)
9. Gugatan Manfaat Pengelolaan Asset Negara (Minggu, 24 Maret 2002)
10. Mantan Direktur BI Seharusnya Diadili di Pengadilan Tata Usaha Negara (Senin, 07 April 2003)
11. Mencermati Solusi “Kekerasan” dalam Konflik Ruang Kota (Selasa, 30 Nopember 2004)
12. 135 Titik Rawan Konflik di Jakarta (Jumat, 18 Juni 2004)
13. Komnas HAM Rintis Pembentukan Komisi Penyelesaian Konflik Agraria (Kasus Sengketa Tanah Menumpuk) (Sabtu, 19 Juni 2004)
Keseluruhan Artikel berita tersebut menyoroti masalah-masalah konflik yang memang pangkal pokok permasalahannya berasal dari adanya konflik dari Tata Usaha Negara itu sendiri.
Untuk lebih memahami apa yang dimaksud dengan Konflik Tata Usaha Negara, maka dapatlah Penulis terangkan seperti apa yang penulis dapatkan dari Bangku Perkuliahan di Xxxxxxxx Xxxxxx XX, saat mengambil matakuliah Hukum Administrasi Negara, dan dari Bahan bacaan yang lain.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Menurut James Hart : Hukum Administrasi Negara mengatur hubungan hukum tentang :
- Hubungan hukum antara sesama administrator Negara
- Hubungan hukum antara Administrasi Negara dengan Lembaga diluar Administrasi Negara
- Hubungan Hukum antara Administrasi Negara dengan Warga masyarakat
Hubungan hukum dibagi menjadi 2 yaitu :
- HAN Eksternal
HAN yang mengatur hubungan hukum antara Administrasi Negara dengan warga masyarakat yang diaturnya : - Kewenangan Pejabat
- Batas-batas kewenangan
- Sanksi hukum bagi Masyarakat yang melanggar
hukum
- Upaya hukum warga masyarakat dalam membela
kepentingan yang dilanggar Administrasi Negara
- HAN INTERNAL
HAN yang mengatur hubungan antara sesama pejabat Administrasi negara dan antara Administrasi Negara dengan lembaga-lembaga lainnya.
Kesimpulan James Hart : HAN adalah hukum yang diciptakan oleh Administrasi Negara
Itu sendiri dan hukum yang mengawasi Administrasi Negara,
dimana mengatur 4 aspek diatas.

Menurut Prof. Prayudi :
Hukum Administrasi Negara adalah hukum yang mengatur seluk beluk Administrasi Negara dan Hukum hasil ciptaan Administrasi Negara itu sendiri, dimana mengatur 4 hal yaitu : - Organisasi / Institusinya
- Bagaimana mengisi jabatan-jabatan itu
- Bagaimana berlangsungnya kegiatan itu (termasuk masalah keuangan)
- Bagaimana pemberian layanan dari Pemerintah

Menurut Prof. Dr. Prayudi Admosudirdjo :
Organisasi keadministrasian Negara, adalah keseluruhan tata susunan Administrasi Negara (dalam arti Institusional) yang terdiri dari kementerian-kementerian atau Departemen-Departemen, Direktorat-Direktorat, Biro-Biro dan sebagainya.

Menurut UU No. 5 tahun 1986 :
Menurut Undang-Undang No. 5 tahun 1986, Pasal 1, butir 1 yang dimaksudkan dengan Tata Usaha Negara adalah “ Administrasi Negara yang melaksanakan fungsi untuk menyelenggarakan urusan pemerintahan, baik dipusat dan didaerah “
Administrasi Negara secara lengkap terdiri atas :
1. Administrasi Pemerintahan
2. Administrasi ketatausahaan Negara (Keinformasian)
3. Administrasi Kerumahtanggaan Negara (Keuangan, Personel, Gedung-gedung, tanah-tanah dan sebagainya.
4. Administrasi Pembangunan
5. Administrasi Lingkungan Hidup
Didalam rangka Administrasi Pemerintahan, keputusan-keputusan yang diambil oleh para pejabat Administrasi Negara adalah yang bersifat pelaksanaan pemerintahan, yakni :
1. Keputusan-keputusan yang bersifat peraturan, perencanaan, norma jabaran, legislasi
semu.
2. Keputusan-keputusan yang bersifat pembinaan masyarakat (penetapan-penetapan atau
beschikkingen, panggilan-panggilan, peringatan-peringatan, dan sebagainya.
3. Keputusan-keputusan yang bersifat kepolisian (penindakan terhadap para pelanggar
Undang-undang)
4. Keputusan-keputusan yang bersifat penyelesaian sengketa, protes, pengaduan, klaim,
dan sebagainya.
Keputusan-keputusan tersebut diatas itulah yang dimaksud oleh Undang-Undang No. 5 Tahun 1986 sebagai “Keputusan Tata Usaha Negara” yang dapat menimbulkan sengketa antara Badan atau Pejabat Administrasi Negara (istilah UU No. 5/1986 : Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara).

BAB III
ANALISA AKHIR KLIPING SECARA GLOBAL

Mengacu dari kliping-kliping artikel berita diatas, dan berkaitan dengan tinjauan pustaka, hampir dari semua bagian dari administrasi tata usaha Negara Indonesia yang sering menimbulkan konflik, sebagai contoh kliping konflik tersebut ditimbulkan pada administrasi bidang pertanahan (Agraria), tata ruang, bidang peradilan, bidang otonomi daerah, bidang pengelolaan Aset Negara, Perizinan, bidang keamanan, bidang keagamaan dll.
Konflik tersebut timbul akibat dari tidak adanya koordinasi yang baik dari masing-masing departemen, walaupun Menteri Koordinator untuk itu telah ada, tetapi karena arogansi dari masing-masing departemen, maka konflik antar departemen yang berimbas kepada hal yang merugikan masyarakat selalu terjadi.
Konflik juga seakan-akan memang diharapkan terjadi, mungkin untuk menjalankan suatu management Konflik, tetapi fungsi management tersebut tidak terkendali, yang akhirnya masyarakat juga yang terkena imbasnya, karena didalam masyarakat sendiri telah timbul suatu paradigma baru yaitu : Untuk menyelesaikan suatu masalah, memang harus dengan konflik.
Konflik juga seakan-akan memang dihidupkan dalam administrasi tata usaha negara, yang menurut penulis kemungkinan, untuk dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu untuk mendapatkan keuntungan.


BAB IV
KESIMPULAN, SARAN DAN PENDAPAT

KESIMPULAN
Dari kliping-kliping tersebut membuktikan bahwa, banyak sekali kegiatan tata usaha negara yang diharapkan dapat berjalan sesuai dengan asas efisien, efektif, legitimate, serta dalam melaksanakan kewenangan pemerintah itu ada pembatasan Yuridikitas / Rechtmatigeheid, legalitas (wetmatigeheid), Diskresi (Freies Ermesen), dan Asas Umum Pemerintahan yang baik (AUPB), tidak berjalan sesuai dengan semestinya.
Disegala bidang terjadi konflik-konflik Tata Usaha Negara, baik yang bersifat internal Konflik maupun Eksternal konflik.

SARAN DAN PENDAPAT
Dari seluruh konflik-konflik yang terjadi dalam kliping-kliping tersebut diatas, seharusnya dari Presiden dan pihak DPR selaku pengawas pelaksanaan pemerintahanlah yang seharusnya berperan untuk menyelaraskan jalannya suatu tata usaha negara yang baik dan benar, dengan cara meminimalisir segala lubang-lubang yang membuat terjadinya konflik-konflik tersebut, dimana dalam hal ini pihak Presiden selaku Top management dan pihak DPR selaku pengawas pelaksanaan ini tadi haruslah berasal dari orang-orang yang tidak punya kepentingan juga dalam hal terjadinya konflik.
Sangat dilematis memang, rakyat telah memilih Presiden dan para wakilnya untuk menyejahterahkan kehidupan mereka, terakhir akibat adanya beberapa kepentingan-kepentingan sesaat dari pihak-pihak yang tidak mempunyai rasa nasionalitas dan seharusnya tidak dapat duduk sebagai Aparat Tata Usaha Negara, atau dengan kata yang sangat tepat adalah sebagai Para Pengkhianat Bangsa, masyarakat juga yang merasakan penderitaan yang berkepanjangan.
Penulis hanya dapat menyarankan bahwa, dalam hal ini Pemerintah yang baik haruslah menjalankan fungsinya untuk menjalankan fungsi Tata Usaha Negara secara baik dan benar, dengan mempertimbangkan segala aspek yang intinya semata-mata demi kesejahteraan rakyat banyak, dimana memang hal ini dapat berjalan jika pihak pengawas, dalam hal ini pihak Legislatif dapat pula menjalankan fungsinya.
Pihak Masyarakat dalam hal ini seharusnya lebih cerdas untuk berfikir, bersatu untuk mengawasi Pemerintah dan wakil-wakil mereka, dalam hal bertindak dan mengambil suatu kebijaksanaan, janganlah mau dikotak-kotakkan antara rakyat miskin, menengah dan kaya, karena pengkotak-kotakan itu hanya ingin membuat pemisahan antara miskin, menengah dan kaya, untuk dapat menciptakan suatu konflik juga dengan seakan-akan kebijaksanaan tersebut memperhatikan rakyat miskin, tetapi secara menyeluruh suatu kebijaksanaan pemerintah tadi telah mempengaruhi juga seluruh sendi kehidupan rakyat miskin tadi, seharusnya pemerintah dapat memberikan solusi yang terbaik bagi bangsa ini dengan memperhatikan akar dari permasalahan yang ada, dan mengeluarkan produk tata usaha negaranya yang baik, sehingga dengan pemberian solusi yang tepat, masalah yang tengah dihadapi bangsa ini dapat diselesaikan dengan baik dan benar, dengan mengorbankan pihak-pihak yang memang pantas dikorbankan, karena merekalah sebagai penyebab dari masalah-masalah yang timbul tadi.
Semoga dengan semakin cerdasnya rakyat kita konflik Tata Usaha Negara yang Internal maupun Eksternal, yang akibatnya tetap menyengsarakan rakyat banyak dapat dihindari.


TINDAK PIDANA KORUPSI
Disampaikan oleh/arsip : Gandjar Laksmana B dan team >salambersih@gmail.com<>

Kolusi
adalah permufakatan atau kerja sama secara melawan hukum antar penyelenggara negara, atau antara penyelenggara negara dan pihak lain, yang merugikan orang lain, masyarakat, dan atau negara

Nepotisme
adalah setiap perbuatan penyelenggara negara secara melawan hukum yang menguntungkan kepentingan keluarganya dan atau kroninya di atas kepentingan masyarakat, bangsa, dan negara
Tindak Pidana Korupsi
Asal kata:
Bahasa Latin : corruption corruptus
Bahasa Inggris : corruption corrupt
Bahasa Perancis : corruption,
Bahasa Belanda : corruptie,
Bahasa Indonesia : korupsi

Artinya: keburukan, kebusukan, ketidakjujuran, kebejatan, tidak bermoral, tidak jujur, dan lain-lain.

Korupsi seringkali disamakan dengan penyuapan, pemerasan, nepotisme, dan penggelapan (Syed Husein Alatas: “The Sociology of Corruption”)

Latar Belakang

Korupsi dianggap sebagai ‘wabah penyakit’ yang tidak mudah dihilangkan/diberantas. Yang terbaik adalah mencegah korupsi.

Prof. Romli Atmasasmita:
“Ada 2 (dua) alasan sulitnya pemberantasan tindak pidana korupsi, yaitu pertama, karena alasan historis/ budaya, dan kedua, karena lemahnya perundang-undangan.”


Prof. Andi Hamzah:

1. Kurangnya gaji/pendapatan pegawai negeri.
2. Latar belakang budaya/kultur Indonesia.
3. Manajemen yang kurang baik dan kontrol yang kurang efektif dan efisien
4. Adanya anggapan bahwa korupsi adalah modernisasi

Mantan ketua OPSTIB Laksamana Soedomo:

“ Sumber-sumber potensial terjadinya korupsi dan penyelewengan:

Proyek pembangunan fisik
Proyek pengadaan barang
3. Bea dan cukai
4. Perpajakan
Pemberian ijin usaha dan kredit perbankan

Korupsi terjadi pada kegiatan yang berkisar pada kualitas, harga, dan komisi. ”


Syed Husein Alatas:

Klasifikasi jenis korupsi terbagi dalam tiga kelompok,

Paksaan mengeluarkan uang (extortion)
2. Sogokan/penyuapan
3. Nepotisme

Penyelidikan Tindak Pidana Korupsi
Dasar Hukum?

- UU No. 8/1981 tentang Hukum Acara Pidana

- UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi tidak memuat aturan tentang penyelidikan

- UU No. 30/2002 mengatur kewenangan penyelidikan oleh KPK

Penyelidikan

adalah
- serangkaian tindakan penyelidik
- untuk mencari dan menemukan
- suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana
guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan
menurut cara yang diatur dalam undang-undang

Siapakah Penyelidik Tindak Pidana Korupsi?

Pasal 4 KUHAP
“Penyelidik adalah setiap pejabat polisi negara Republik Indonesia”

Pasal 43 ayat (1) UU No. 30/2002
“Penyelidik adalah Penyelidik pada Komisi Pemberantasan Korupsi yang diangkat dan diberhentikan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi”

Apakah kewenangan penyelidik?

Pasal 5 ayat (1) KUHAP
Karena kewajibannya:
1. menerima laporan atau pengaduan dari seorang tentang adanya tindak pidana;
2. mencari keterangan dan barang bukti;
3. menyuruh berhenti seorang yang dicurigai dan menanyakan serta memeriksa tanda pengenal diri;
4. mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung-jawab.

atas perintah penyidik, penyelidik dapat melakukan tindakan berupa:

1. penangkapan, larangan meninggalkan tempat, penggeledahan dan penahanan;
2. pemeriksaan dan penyitaan surat;
3. mengambil sidik jari dan memotret seorang;
4. membawa dan menghadapkan seorang pada penyidik.
Penyelidikan oleh KPK
Pasal 6 huruf c UU No. 30/2002:

“Komisi Pemberantasan Korupsi mempunyai tugas melakukan penyelidikan, …”
Penyelidikan oleh KPK
Pasal 44 ayat (1)
dalam hal menemukan bukti permulaan yang cukup, selambat-lambatnya dalam waktu 7 (tujuh) hari melaporkan kepada KPK
bukti permulaan yang cukup sekurangnya berjumlah 2 (dua) alat bukti, termasuk dan tidak terbatas pada informasi atau data yang diucapkan, dikirim, diterima, atau disimpan baik secara biasa maupun elektronik atau optik
Penyelidikan oleh KPK
dalam hal tidak ditemukan bukti permulaan yang cukup, penyelidik KPK melapor ke KPK dan dilakukan penghentian penyelidikan
Dalam hal perkara dilanjutkan ke penyidikan, KPK dapat melaksanakan sendiri atau melimpahkan kepada kepolisian atau kejaksaan
Dalam hal penyidikan dilimpahkan kepada kepolisian atau kejaksaan, wajib tetap berkoordinasi dan melaporkan perkembangan penyidikan kepada KPK

Gratifikasi
Dasar Pemikiran:

“Tidak sepantasnya pegawai negeri/pejabat publik menerima pemberian atas pelayanan yang mereka berikan”

“Seseorang tidak berhak meminta dan mendapat sesuatu melebihi haknya sekedar ia melaksanakan tugas sesuai tanggungjawab dan kewajibannya”


Gagasan Plato (427 SM – 347 SM)

“Para pelayan bangsa harus memberikan pelayanan mereka tanpa menerima hadiah-hadiah. Mereka yang membangkan, kalau terbukti bersalah, harus dibunuh tanpa upacara”

Dasar hukum:

Pasal 12 B UU No. 31/1999 jo UU No. 20/2001

Pengertian:

adalah pemberian dalam arti luas, meliputi pemberian uang, rabat (diskon), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lainnya. (Penjelasan Pasal 12B)


Gratifikasi merupakan setiap penerimaan seseorang dari orang lain yang bukan tergolong ke dalam tindak pidana suap.

Gratifikasi kepada pegawai negeri/penyelenggara negara yang berhubungan dengan jabatan/kedudukannya dianggap suap.

Rumus:

Suap = Gratifikasi + Jabatan

Pembuktian Gratifikasi

1. oleh penerima gratifikasi, apabila nilainya Rp. 10,000,000,00 (sepuluh juta rupiah) atau lebih.

2. oleh penuntut umum, apabila nilainya kurang dari Rp. 10,000,000,00 (sepuluh juta rupiah)

Gratifikasi tidak dianggap sebagai suap apabila penerima menyampaikan laporan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi, selambat-lambatnya 30 hari sejak menerima gratifikasi tersebut
Tatacara Pelaporan dan Penentuan Status Gratifikasi (Pasal 16 UU No. 31/1999 jo. UU No. 20/2001
Laporan ditujukan kepada KPK, dibuat secara tertulis dengan mengisi formulir dan melampirkan dokumen terkait (bila ada).
Laporan setidaknya memuat nama serta alamat pemberi dan penerima gratifikasi, jabatan, tempat/waktu/nilai gratifikasi.

Dalam kurun waktu 30 hari sejak laporan diterima, KPK akan menetapkan status gratifikasi tersebut menjadi milik penerima atau milik negara.

Gratifikasi yang menjadi milik negara wajib diserahkan kepada Menteri Keuangan paling lambat 7 (tujuh) hari setelah ditetapkan.

Peran Serta Masyarakat dalam Memberantas Korupsi
Dasar Hukum:
Pasal 41-42 Undang-undang No. 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

“Masyarakat dapat berperanserta membantu upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi”

Latar Belakang

Korupsi menyebabkan krisis kepercayaan. Korupsi di berbagai bidang pemerintahan menyebabkan kepercayaan dan dukungan terhadap pemerintahan menjadi minim, padahal tanpa dukungan rakyat program perbaikan dalam bentuk apapun tidak akan berhasil. Sebaliknya jika rakyat memiliki kepercayaan dan mendukung pemerintah serta berperan serta dalam pemberantasan korupsi maka korupsi bisa ditekan semaksimal mungkin.

Setiap orang berhak mencari, memperoleh, dan memberikan informasi tentang dugaan korupsi serta menyampaikan saran dan pendapat maupun pengaduan kepada penegak hukum (polisi, jaksa, hakim, advokat, atau kepada KPK)
Tata Cara Pengaduan
Disampaikan secara bertanggungjawab (tidak melanggar norma agama, kesopanan, dan kesusilaan).
(sebaiknya) Disampaikan secara tertulis dengan disertai nama, alamat, dan kopi identitas pelapor, serta keterangan mengenai dugaan pelaku dan bukti-bukti permulaan.
Materi pengaduan meliputi jenis korupsi, penyimpangan, kronologis kejadian (dan kerugian negara yang ditimbulkan).

Penegak hukum atau KPK wajib memberikan pelayanan dan mengklarifikasi informasi, saran, pendapat dari masyarakat tersebut, serta memberikan jawaban dalam kurun waktu 30 hari.

Penegak hukum atau KPK boleh menolak memberikan informasi atau jawaban kepada masyarakat jika menyangkut rahasia bank atau pos.
Berbagai bentuk dukungan masyarakat dalam pemberantasan korupsi
Mengasingkan dan menolak keberadaan korupstor.
Memboikot dan memasukkan nama korupstor dalam daftar hitam.
Melakukan pengawasan lingkungan.
Melaporkan adanya gratifikasi.
Melaporkan adanya penyelewengan penyelenggaraan negara.
Berani memberi kesaksian.
Tidak asal lapor atau fitnah.

Perlindungan Hukum bagi Masyarakat
1. Adanya larangan menyebut nama dan alamat pelapor atau hal lain yang memberi kemungkinan dapat diketahuinya identitas pelapor (Ps. 24 dan 31 ayat (1) UU No. 31/1999 jo UU No. 20/2001).
2. Perlindungan hukum yang bertujuan memberikan rasa aman bagi pelapor pada saat mencari, memperoleh, dan memberikan informasi terjadinya korupsi, atau pada saat diminta hadir menjadi saksi (Ps. 41 huruf e UU No. 31/1999 jo UU No. 20.2001).
3. Perlindungan KPK terhadap saksi atau pelapor. Yang dimaksud dengan “memberikan perlindungan” dapat berupa pemberian jaminan keamanan dengan meminta bantuan kepolisian atau penggantian identitas pelapor atau melakukan evakuasi (Ps. 15 huruf a UU No. 30/2002).

4. Perlindungan hukum baik mengenai status hukum maupun rasa aman. Yang dimaksud dengan “status hukum” adalah status seseorang sebagai pelapor dijamin tetap, tidak akan diubah menjadi tersangka (Ps. 5 PP No. 71/2000)
5. Penegak hukum dan KPK wajib merahasiakan identitas pelapor dan isi informasi, saran, pendapat yang disampaikan. Atas permintaan pelapor, penegak hukum dan KPK dapat memberikan pengamanan fisik terhadap pelapor maupun keluarganya (Ps. 6 PP No. 71/2000).

Perlindungan tidak diberikan apabila ditemukan bukti yang cukup bahwa pelapor terlibat korupsi tersebut atau dikenai tuntutan dalam perkara lain.
Penghargaan (Bab III PP No. 71/2000)
Masyarakat yang berjasa mengungkap korupsi berhak mendapat penghargaan berupa piagam dan atau premi (paling banyak dua per mil dari nilai kerugian yang dikembalikan).

Piagam diserahkan penegak hukum atau KPK kepada pelapor pada saat perkara dilimpahkan ke Pengadilan negeri.

Premi diserahkan oleh Jaksa Agung kepada pelapor setelah putusan pengadilan yang memidana terdakwa memperoleh kekuatan hukum tetap/inkracht.

Kontra Korupsi
Kontra korupsi adalah kebijakan yang menitikberatkan pada aspek penindakan, yang berpedoman pada:

Hukuman bagi korupstor harus mengandung unsur jera dan unsur pendidikan.
Harus bisa mengembalikan uang negara yang dikorup.
Memiliki prioritas dengan dimulai dari instansi penegak hukum, lembaga pelayanan publik, pejabat tinggi negara, dan elit politik.
Penyidik, JPU, dan hakim harus bebas dari segala bentuk campur tangan pihak manapun.

5. Penyidik dan penuntut harus memiliki komitmen yang tinggi dalam pemberantasan korupsi serta dilengkapi dengan peralatan canggih dalam proses penyelidikan dan penyidikan.
6. Masyarakat harus mendukung proses supremasi hukum dimana mereka tidak boleh ‘kebakaran jenggot’ ketika ada anggota keluarga, orang separtai, sealmamater, atau se-kroni lainnya yang dijatuhi hukuman.

Perlindungan Saksi Tindak Pidana Korupsi

Endin Wahyudin

Ny. Maria Leonita
Romo Frans Amanue

Saksi

Pasal 1 angka 27 KUHAP
Saksi adalah orang yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan, penuntutan dan peradilan tentang suatu perkara pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri.
Saksi dlm RUU PL
seseorang yang menyampaikan laporan, keterangan dalam proses penyelesaian perkara pidana berkenaan dengan peristiwa hukum yang ia dengar, lihat dan alami sendiri dan atau orang yang memiliki keahlian khusus tentang pengetahuan tertentu guna kepentingan penyelesaian perkara pidana.

Saksi dlm UU 14’2006
Pelapor
Penjelasan Pasal 31 ayat (1)

Orang yang memberi informasi kepada penegak hukum mengenai terjadinya suatu tindak pidana korupsi
whistleblower
Seorang pegawai atau karyawan dalam suatu organisasi yang melaporkan, menyaksikan, mengetahui adanya kejahatan ataupun adanya praktik yang menyimpang dan mengancam kepentingan publik di dalam organisasinya dan yang memutuskan untuk mengungkap penyimpangan tersebut kepada publik atau instansi yang berwenang
Kenapa Saksi perlu dilindungi?
Bagi saksi memberikan keterangan bukanlah suatu hal yang mudah.
Bila keterangan yang diberikan ternyata tidak benar, ada ancaman pidana baginya karena dianggap bersumpah palsu (Pasal 224 KUHP).
Keterangan yang diberikannya akan memungkinkan dirinya mendapat ancaman, teror, intimidasi dari pihak yang dirugikan.
Memberikan keterangan membuang waktu dan biaya
Kenapa Saksi Perlu dilindungi?
penegak hukum tidak jarang memperlakukan saksi seperti seorang tersangka/terdakwa.
Agar semakin banyak masyarakat melaporkan terjadinya korupsi
Kualitas kesaksian dpt dipertanggung jawabkan didepan hukum
Agar dapat mengungkap kasus-kasus besar yg selama ini terkubur

Dasar Hukum Perlindungan Saksi Korupsi
Pasal 8 UU No 28/1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme.

….masyarakat bertanggung jawab mewujudkan negara yang bersih.
Pasal 9 UU No 28/1999
..memberikan hak kepada masyarakat untuk mencari, memperoleh informasi tentang penyelenggaraan negara,
dan perlindungan hukum bagi masyarakat untuk menggunakan hak tersebut.

Pasal 41 UU No 31/1999


Hak masyarakat terlibat dalam pemberantasan korupsi
Pasal 15 UU No. 30/2002

KPK berkewajiban memberikan perlindungan terhadap saksi atau pelapor yang menyampaikan laporan atau memberikan keterangan mengenai tindak pidana korupsi.
Perlindungan o/ KPK
Meliputi:

pemberian jaminan keamanan dengan meminta bantuan dari kepolisian atau;
mengganti identitas pelapor atau;
melakukan evakuasi termasuk melakukan perlindungan hukum.

PP No. 71 tahun 2000
Pasal 5 (1) PP No. 71 tahun 2000 tentang Cara Pelaksanaan Peran Serta Masyarakat dan Pemberian Penghargaan dalam Pemberantasan dan Pencegahan Tindak Pidana Korupsi

menyebutkan bahwa setiap orang, organisasi masyarakat atau LSM berhak atas perlindungan hukum baik mengenai status hukum atau rasa aman.
Status hukum yang dimaksud disini……..

Status seseorang saat menyampaikan suatu informasi, pendapat kepada penegak hukum atau komisi dijamin tetap.

>Misalnya status sebagai pelapor tidak diubah menjadi tersangka.

Bentuk Perlindungan

Pasal 6(1) PP 71/2000
merahasiakan identitas pelapor, isi informasi, saran, atau pendapat yang disampaikan.
pengamanan fisik kepada pelapor dan keluarganya
Pasal 41 UU 31/99 jo Pasal 5 (2) PP 71/2000

Melarang perlindungan pelapor atau saksi yang terlibat dalam tindak pidana korupsi yang dilaporkan.

UU Perlindungan Saksi merupakan amanat dari Tap MPR No. VII/ 2001 tentang Rekomendasi Arah Kebijakan Pemberantasan dan pencegahan KKN.

Konvensi PBB tentang Pemberantasan Korupsi tahun 2003 Ratifikasi dan Implikasinya

Arti Ratifikasi
Ratifikasi:
komitmen politik dan hukum pemerintah negara peserta konvensi untuk melaksanakan ketentuan dalam konvensi serta kewajiban-kewajiban yang diharuskan dalam Konvensi

Proses:
Ratifikasi didahului dengan penantanganan secara resmi oleh negara peserta (state party) Konvensi
Dilanjutkan dengan pengesahan oleh pemerintah dan parlemen negara peserta
Ditutup dengan deposit instrumen ratifikasi di Sekretariat Jenderal PBB di New York

Kewajiban dalam Konvensi
1. Bersifat mandatory, artinya mengikat dan harus dilaksanakan oleh negara peserta; ditandai dengan kata “shall”, “shall adopt”, atau “shall consider to adopt”.

2. Bersifat non-mandatory atau optional; ditandai dengan kata “may”, “may adopt”, atau “may consider to adopt”.

masih ada kalimat penting untuk diperhatikan: “in accordance with the principle of domestic law”
Karakteristik Konvensi PBB 2003
Perpaduan sistem hukum “Civil Law” dengan “Common Law”
Pendekatan pencegahan, penindakan (represif), dan recovery
Public sector dan private sector menjadi sasaran utama
Asset recovery menjadi andalan utama
Objek pemberantasan adalah korupsi yang bersifat transnasional
Substansi penting UNCAC 2003
UNCAC 2003 merupakan perjanjian internasional (treaty-based crimes) yang mengutamakan (Pasal 4 UNCAC 2003):

Prinsip kesamaan kedaulatan
Prinsip integritas nasional
Prinsip non-intervensi
Kriminalisasi dan Penegakan Hukum
11 perbuatan yang dikriminalisasi oleh UNCAC 2003, yaitu:

Bribery of national public officials (Ps. 15)
Bribery of foreign public officials and officials of public international organization (Ps. 16)
Embezzlement, misappropriation or other diversion of property by a public official (Ps. 17)
Trading in influence (Ps. 18)
Abuse of function (Ps. 19)
Illicit enrichment (Ps. 20)
Bribery in the private sector (Ps. 21)
Embezzlement of property in the private sector (Ps. 22)
Laundering of proceeds of crime (Ps. 23)
Concealment (Ps. 24)
Obstruction of justice (Ps.25)
Ratifikasi UNCAC 2003 oleh Pemerintah NKRI
UNCAC 2003 disahkan melalui Undang-undang RI Nomor 7 tahun 2006 tentang Pengesahan United Nations Convention Against Corruption, 2003
Ratifikasi dikecualikan (diterapkan secara bersyarat) terhadap ketentuan Pasal 66 ayat (2) tentang Penyelesaian Sengketa

Diajukannya Reservation (pensyaratan) terhadap Pasal 66 ayat (2) adalah berdasarkan pada prinsip untuk tidak menerima kewajiban dalam pengajuan perselisihan kepada Mahkamah Internasional kecuali dengan kesepakatan Para Pihak.
Implikasi Ratifikasi
Menempatkan Indonesia sebagai salah satu negara yang memiliki komitmen pemberantasan korupsi melalui kerjasama internasional.
Menjadi dorongan kuat terhadap negara lain termasuk yang dianggap non-kooperatif dalam pengembalian asset hasil korupsi dari Indonesia.
Langkah pemerintah Indonesia untuk mengembalikan aset hasil korupsi di negara lain menjadi bagian dari agenda kerjasama internasional
Menunjukkan kemampuan Indonesia memberantas sendiri korupsi dengan tetap menghormati UNCAC 2003 dalam perspektif kedaulatan NKRI
Merupakan langkah strategis untuk menciptakan iklim bisnis di Indonesia dengan memberikan jaminan perlindungan hukum terhadap pelaku bisnis.


Hak Untuk Hidup
Oleh /arsip : Lukas >salambersih@gmail.com<>

Hak untuk hidup adalah hak asasi yang paling mendasar dan tidak dapat ditawar, dengan kata lain jika tidak ada hak untuk hidup, maka tidak ada pokok persoalan dalam hak asasi manusia lainnya.
- Hak untuk hidup dalam instrumen Internasional
- Pasal 3 DUHAM (Deklarasi tentang hak asasi manusia) PBB
“ Setiap orang mempunyai hak atas kehidupan, kemerdekaan dan keselamatannya”
- Pasal 6 ICCPR (Internasional Covenan Civil and Political Rights)
“ Setiap manusia memiliki melekat hak untuk hidup. Hak ini harus dilindungi oleh hukum. Tidak seorangpun insan manusia yang secara gegabah boleh dirampas hak kehidupannya”.

- Hak untuk hidup dalam instrumen Nasional
- UU Dasar 1945, amandemen UU Dasar 1945 Pasal – Pasal :
Pasal 28 A
“ Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak untuk mempertahankan hidup dan kehidupannya. “
Pasal 28 B ayat (2)
“Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup tumbuh, dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi”.
Pasal 28 H ayat (1)
“ Setiap orang berhak hidup serjahtera lahir batin, bertempat tinggal dan mendapatkan lingkungan hidup yang sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan”
Pasal 28 I ayat (1)
“ Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi
dihadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaaan apapun.
- Undang-Undang Republik Indonesia No. 39 tgahun 1999 tentang Hak asasi manusia
melalui beberapa pasalnya :
Pasal 4
“ Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kebebasan pribadi, pikiran dan hati
nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi,
dan persamaan di hadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum
yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam kea-d
daan apapun, dan oleh siapapun.”
Pasal 9
“ (1) Setiap orang berhak untuk hidup, mempertahankan hidup dan meningkatkan ta-
raf kehidupannya”.
(2) Setiap orang berhak hidup tenteran, aman, damai, bahagia sejahtera lahir dan
batin.
(3) Setiap orang berhak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat.
Pasal 53 ayat (1)
“ Setiap anak sejak dalam kandungan, berhak untuk hidup, mempertahankan hidup,
dan meningkatkan taraf hidup”.

Dari hal-hal yang diuraikan tersebut diatas, perlindungan terhadap hak untuk hidup sangat dijamin oleh Undang-Undang , tetapi ternyata dalam kehidupan kita sehari-hari mengenai hak untuk hidup ini saja telah terjadi kasus-kasus pelanggaran ham, dimana pelanggaran ham ini ada yang terjadi antara negara dan rakyatnya, dan antara masyarakat dengan masyarakat sendiri, dimana dalam konteks pelanggaran ham antara masyarakat dengan masyarakat ini, dapat kita pertanyakan juga dimanakah letak kekuasaan negara, sehingga dapat timbul pelanggaran ham yang dibuat oleh masyarakat dengan masyarakat lainnya dalam satu negara.

Contoh kasus-kasus yang menjadi sorotan kita atas Hak untuk hidup ini antara lain :

1. Harian Sinar Harapan, Sabtu 3 September 2005
SKB dua menteri No. 1/1969 yang tetap dipertahankan Menteri agama dinilai bertentangan dan melanggar perlindungan HAM pasal 28 yang menjamin kebebasan rakyat Indonesia untuk memeluk dan menjalankan ibadah agama masing-masing.
Undang-Undang HAM merupakan komitmen Indonesia setelah meratifikasi Declaration of Human Right, tetapi ternyata tindakan Menteri Agama yang tidak mematuhi instruksi Presiden untuk meninjau ulang SKB dua menteri tersebut tentunya telah melanggar Undang-Undang Perlindungan HAM, sebab dengan adanya SKB dua menteri tersebut penutupan gereja dan kekerasan terhadap beberapa kegiatan keagamaaan telah terjadi.
Analisis : Sebenarnya kalau mengacu kepada hak untuk hidup dalam menjalankan agama, sepanjang dilakukan tidak menyimpang dari norma dan nilai luhur
dari agama itu sendiri, maka negara sekalipun harus menjamin kebebasan
tersebut, karena kebebasan beragama dan menjalankan agama tersebut sebe-
narnya merupakan hak yang paling hakiki dari seorang insan dalam berhubungan dengan Tuhannya.
Mudah-mudahan dengan dasar pemikiran nilai-nilai inilah, SKB dari dua menteri tersebut dapat ditinjau kembali.
2. Harian Sinar Harapan, Sabtu, 3 September 2005.
Wahana lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) mengindikasi sedikitnya 200 perusahaan
terlibat pembakaran hutan di Sumatera dan Kalimantan, Nama-nama perusahaan itu
dalam waktu dekat diserahkan kepada Menteri kehutanan MS Kaban dan Kapolri Jen-
dral Sutanto untuk ditindak tegas.
Analisis : Hak untuk hidup yang dilanggar oleh 200 perusahaan ini adalah hak untuk
hidup dalam memperoleh lingkungan yang sehat dalam menjalankan kehi-
dupan ini, Oleh karena itu 200 perusahaan tersebut sudah selayaknyalah
mendapatkan sanksi yang berat, sehingga kejadian serupa tidak terulang la-
gi.
3. Pos Metro, Kamis, 8 September 2005.
Puluhan lapak PKL diamuk Trantib
Puluhan lapak liar milik Pedagang Kaki Lima (PKL) di Pasar Anyar Kota Tangerang,
Selasa (6/9) malam, ditertibkan oleh jajaran dinas Trantib, Kota Tangerang :
Analisis : Hak untuk hidup dalam hal memperoleh kehidupan yang layak merupakan
hak seseorang dan dijamin oleh Undang-Undang, tetapi dengan penggusuran
penggusuran secara tidak manusiawi ini, tentulah telah bertentangan dengan
jaminan yang diberikan oleh Undang-Undang tersebut. Memang benar da-
lam menjalankan hak, bersamaan dengan itu pula wajib menjalankan kewa-
jiban, Pertanyaannya adalah mengapa para PKL tersebut sejak pertama seka-
li dapat melakukan pelanggaran ?, tentunya telah terjadi ketidak seriusan da-
ri aparat untuk penegakan hukum, dan ketidak sadaran dari para PKL untuk
melakukan kewajibannya dalam melaksanakan haknya.
Untuk itu memang diperlukan aparat yang tegas, sekaligus tumbuhkan kesa-
daran dari para PKL atas hak dan kewajibannya, sehingga hal yang sama ti-
dak akan terulang lagi.


Mediator
Oleh /arsip : Lukas >salambersih@gmail.com<>

A. Proses terbentuknya
Mediasi merupakan penyelesaian sengkekta melalui perundingan para pihak yang bersengketa dengan bantuan pihak ketiga netral yang tidak memiliki kewenangan memutus, dimana pihak ketiga netral ini disebut sebagai mediator
Mediasi merupakan implementasi nyata dari upaya memaksimalkan perdamaian sebagaimana diatur dalam Pasal 130 HIR dan Pasal 154 Rbg. dimana melalui jalan penyelesaian ini, diharapkan menghasilkan penyelesaian adil, langgeng, memuaskan para pihak, hemat waktu dan hemat sumber daya, dan secara otomatis diharapkan pula dapat menekan tingkat tunggakan perkara di Pengadilan.
B. Pengertian Mediator
Mediator dalam kamus Oxford Dictionary Sharp Elektronik berasal dari kata kerja (verb) mediate is Interview in a dispute in order to bring about an agreement or reconciliation
Or interview in (a dispute) to bring about an agreement.
Menurut Christoper W. Moore, Phd “ Mediation is a voluntary conflict resolution process in which an acceeptable, impartial and neutral third party with no authoritation decision making poor, helps parties in disputes to develop and negotiate neutrally acceptable agreements to issues in dispute.
Dalam pelaksanan persidangan selama ini upaya perdamaian yang disarankan, belum mencapai maksimal, sehingga mengakibatkan tingginya tingkat tunggakan perkara


dipengadilan Negeri, Tinggi maupun Mahkamah Agung, untuk itulah Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia Prof. Dr. Bagir Manan, SH, Mcl mengeluarkan Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 2 tahun 2003, dengan harapan Undang-Undang yang mengatur lebih lanjut dari Mediator ini dapat terwujud.
C. Proses Tahapan Pelaksanaan Mediasi
(Mediasi di Pengadilan)

1. Tahap Pra mediasi
- Pada hari sidang pertama yang dihadiri kedua belah pihak, hakim mewajibkan para pihak yang berperkara agar lebih dahulu menempuh mediasi
- Hakim wajib menunjda proses persidangan perkara itu untuk memberikan kesempatan kepada para pihak menempuh proses mediasi.
- Hakim wajib memberikan penjelasan kepada para pihak tentang prosedur dan biaya mediasi
- Dalam hal para pihak memberikan kuasa kepada kuasa hukum, setiap keputusan yang diambil oleh kuasa hukum wajib memperoleh persetujuan tertulis dari para pihak.
- Dalam waktu paling lama satu hari kerja setelah sidang pertama, para pihak dan atau kuasa hukum mereka wajib berunding guna memilih mediator dari daftar mediator yang dimiliki oleh pengadilan atau mediator diluar daftar pengadilan.
- Jika dalam waktu satu hari kerja para pihak tidak dapat bersepakat dalam memilih seorang mediator dari daftar yang disediakan oleh pengadilan, ketua majelis berwenang untuk menunjuk seorang mediator dari daftar mediator dengan penetapan.
- Hakim yang memeriksa suatu perkara, baik sebagai ketua majelis atau anggota majelis, dilarang bertindak sebagai mediator bagi perkara yang bersangkutan
- Proses mediasi yang menggunakan mediator diluar daftar mediator yang dimiliki oleh pengadilan, berlangsung paling lama tiga puluh hari kerja.
- Setelah waktu tiga puluh hari kerja terpenuhi para pihak wajib menghadap kembali pada hakim pada sidang yang ditentukan.
- Jika para pihak mencapai kesepakatan, mereka dapat meminta penetapan dengan suatu akta perdamaian.
- Jika para pihak berhasil mencapai kesepakatan yang tidak dimintakan penetapannya sebagai suatu akta perdamaian, pihak penggugat wajib menyatakan pencabutan gugatannya.
2. Tahap Mediasi
Dalam waktu paling lama tujuh hari kerja setelah pemilihan atau penunjukan mediator, para pihak wajib menyerahkan fotocopi dokumen yang memuat duduk perkara, fotocopi surat surat yang diperlukan, dan hal-hal yang terkait dengan sengketa kepada mediator dan para pihak.
- Mediator wajib menentukan jadwal pertemuan untuk penyelesaian proses mediasi
- Dalam proses mediasi para pihak dapat didampingi oleh kuasa hukumnya.
- Apabila dianggap perlu, mediator dapat melakukan kaukus
- Mediator wajib mendorong para pihak untuk menelusuri dan menggali kepentingan mereka dan mencari berbagai pilihan penyelesaian yang terbaik bagi para pihak.
- Dengan hasil akhir tercapainya kesepakatan atau ketidaksepakatan proses mediasi berlangsung paling lama duapuluh dua hari kerja sejak pemilihan penunjukan mediator.
- Atas persetujuan para pihak atau kuasa hukum, mediator dapat mengundang seorang atau lebih ahli dalam bidang tertentu untuk mem berikan penjelasan atau pertimbangan yang dapat membantu para pihak dalam menyelesaikan perbedaan.
- Semua biaya jasa seorang ahli atau lebih, ditanggung oleh para pihak berdasarkan kesepakatan.
- Jika mediasi menghasilkan kesepakatan, para pihak dengan bantuan mediator wajib merumuskan secara tertulis kesepakatan yang dicapai dan ditandatangani oleh para pihak
- Kesepakatan wajib memuat klausula pencabutan perkara atau pernyataan perkara telah selesai.
- Sebelum para pihak menandatangani kesepakatan, mediator wajib memeriksa materi kesepakatan untuk menghindari adanya kesepakatan yang bertentangan dengan hukum
- Para pihak wajib menghadap kembali pada hakim pada hari sidang yang telah ditentukan untuk memberitahukan telah tercapainya kesepakatan
- Hakim dapat mengukuhkan kesepakatan sebagai suatu akta perdamaian.
D. Kode Etik Mediator
Kode Etik suatu profesi biasanya dibuat oleh Asosiasi profesi tersebut, tetapi dalam hal mediator ini, hingga saat ini masih belum terbentuk suatu asosiasi yang dapat memberi-
Kan suatu panduan bagi seorang Mediator dalam menjalankan tugasnya.

Dalam Rancangan yang dibuat oleh Mahkamah Agung yang khusus dipakai untuk para mediator yang berada dalam daftar Pengadilan Negeri, yang intinya mewajibkan Mediator untuk memelihara dan mempertahankan ketidakberpihakannya terhadap para pihak, baik dalam wujud kakta, sikap dan tingkah laku.

E. SARAN DAN PENDAPAT

Mengingat bahwa sejak dahulu Masyarakat Indonesia telah mengenal arti Musyawarah untuk mencapai mufakat, maka peran mediator memang sangat diperlukan sekali dalam menyelesaikan masalah-masalah yang ada di masyarakat.
Suatu keinginan yang baik dari suatu pihak, merupakan hambatan bagi pihak lainnya, hal ini tercermin dari peran mediator ini dilapangan, apakah suatu pihak tersebut dapat memajukan peran mediator dikemudian hari, sehingga visi dan misi yang ingin dicapai dari terbentuknya peran mediator ini dapat tercapai ?.
Upaya setengah hati ini dapat dilihat dari Pasal 6 (1) Perma No. 2 tahun 2003, dimana Mediator pada setiap pengadilan berasal dari kalangan hakim dan bukan hakim yang telah memiliki sertifikat sebagai mediator.
Pada prakteknya Mediator tetap dari kalangan hakim sendiri, dimana seharusnya Pasal 6 (1) dari Perma No. 2 tahun 2003 ini dapat ditinjau ulang, sehingga adanya pemikiran bahwa upaya setengah hati tadi dapat tertepis, dengan menyerahkan proses mediasi dan para mediator yang diambil dari luar lingkungan Peradilan sendiri, dan terbentuknya Asosiasi Mediator yang akan membuat kode etik yang berlaku dikalangan mereka sendiri, untuk mengupayakan keprofesionalan mediator itu sendiri dimasa mendatang.

CATATAN : Pembahasan masalah mediator ini akan berlanjut, sebab Perma terbaru
yang mengatur mengenai Mediator telah terbit dan Asosiasi Mediator juga
telah terbentuk.


Pemahaman Hukum Tata Negara melalui Tanya-Jawab
Oleh : Lukas >salambersih@gmail.com<>

1. Uraikan Istilah Hukum Tata Negara
Jawab :
Dari beberapa buku yang membahas tentang hukum Tatanegara dan tentang Ilmu Negara, kita temukan adanya beberapa istilah yang dipergunakan untuk Hukum Tatanegara, antara lain
a. Hukum Tatanegara
b. Constitutional Law
c. State Law
d. Droit Cpmstutisional
e. Staats Recht
f. Verfassungsrececht
Istilah staatsrecht (hukum negara) mencakup dua arti :
1. Staatsrecht, Hukum Negara (Hukum Tatanegara) dalam arti luas, mencakup materi hukum tatanegara dan hukum administrasi negara.
2. Staatsrecht in engere ziin (hukum Negara/Hukum Tatanegara dalam arti sempit), penekanannya adalah pada hukum tatanegarayang membedakan hukum tatanegara dari hukum administrasi negara, Hukum Tata usaha Negara, Hukum Tata Pemerintahan Negara

2. Jelaskan Pengertian/definisi Hukum Tata Negara menurut Sarjana Inggris dan Sarjana Indonesia
Jawab :
A. Pendapat Sarjana-Sarjana Inggris :
1. Wade Philips dalam bukunya “Constitutional Law “
“Hukum Konstitusi adalah sekumpulan ketentuan-ketentuan hukum yang memperinci :
a. Struktur
b. Fungsi-fungsi dari alat perlengkapan pemerintah pusat dan lokal
Dalam pengertian umum yang sudah diterima, Hukum Konstitusi berarti ketentuan-ketentuan hukum yang mengatur struktur dari organ-organ pokok dari pemerintah dan hubungannnya satu sama lain, dan menentukan fungsi-fungsi pokoknya.”
2. Paton dalam bukunya “Textbooks of yurisprudence”
“Hukum konstitusi menangani masalah-masalah pokok dari distribusi kekuasaan hukum dan fungsi-fungsi pokok dari alat perlengkapan negara. Didalam suatu pengertian yang luas, hukum konstitusi meliputi hukum administratif, tetapi lebih praktis untuk menganggapnya sebagai satu unit untuk berbagai tujuan sebagai ketentuan-ketentuan hukum yang menentukan organisasi, kekuasaan dan tugas-tugas dari kekuasaan administrasi.
3. A.V. Dicey dalam bukunya “An Introduction to the Study of the law of the constitution”
“Sebagaimana p0engertian konstitusi dipergunakan di Inggris, kelihatannya mencakup ketentuan hukum yang langsung atau tidak langsung mempengaruhi distribusi atau pelaksanaan kekuasaan yang berdaulat dalam negera”

B. Pendapat Sarjana Indonensia :
Moh. Kusnadi, SH dan Harmaily Ibrahim, SH dalam bukunya “Pengantar hukum Tatanegara Indonesia”
“Hukum Tatanegara itu dapat dirumuskan sebagai sekumpulan peraturan hukum yang mengatur organisasi daripada negara, hubungan antar alat perlengkapan negara dalam garis vertikal dan horizontal, serta kedudukan warganegara, dan hak-hak asasinya.

3. Jelaskan tentang hukungan dan perbedaannya antara :
- Hukum Tata Negara - Ilmu Politik
- Hukum Tata Negara - Ilmu Negara
- Hukum Tata Negara - Hukum Administrasi Negara
Jawaban :
- Hukum Tata Negara – Ilmu Politik :
- Hubungannya yaitu :
Menurut pendapat Barents S.J dalam bukunya “De wetenschap der politiek” dinyatakan bahwa Hukum Tata Negara diperumpamakan sebagai kerangka manusia, sedangkan ilmu politik diperumpakan sebagai daging yang ada disekitarnya.

- Perbedaannya yaitu :
Hukum Tata Negara daoat dirumuskan sebagai sekumpulan peraturan hukum yang mengatur :
- Rumusan tentang pandangan hidup, filsafat hidup sesuatu negara/dasar negara.
- Rumusan tentang tujuan-tujuan dasar dari pemnbetnukan suatu pemerintahan negara
- Rumusan dari pada organisasi negara
- Rumusan tentang kedudukan dan hubungan antar alat perlengkapan negara dalam garis vertikal dan horizontal
- Rumusan tentang kewarganegaraan
- Rumusan tentang jaminan perlindungan hak-hak asasi manusia (hak- hak dan kewajiban - kewajiban warga negara.
Ilmu Politik adalah ilmu yang mempelajari :
- Politik Theory
- Government
- Parties, Groups and Public Opinions
- International Relations
- Hukum Tata Negara – Ilmu Negara
- Hubungannya :
; Ilmu negara xebagao ibunya ilmu tentang negara
; Ilmu negara, ilmu yang mempelajari pengertian-pengertian pokok,
sendi- sendi pokok, yaitu dasar-dasar teoritis daripada negara pada
umumnya/secara umum, tentang asal mula timbulnya negara, sifat
hakekat negara, pertumbuhan negara dan perkembangan negara.
; Jadi ilmu negara merupakan ilmu pengantar yang memberikan da-
dasar teoritis bagi hukum tatanegara
- Perbedaannya :
Ilmu negara
; Bersifat teoritis karena yang dipentingkan ialah nilai-nilai teori-
tisnya, hasil penelitiannya tidak berlangsung dapat dipergunakan
dalam praktek.
; Disini ahli hukum bertindak sebagai penonton (jurist als toeschoe-
wer) dapat lebih mengetahui kekurangan-kekurangannya, kesala-
han - kesalahannya para ahli hukum sebagai pemain, mengetahui
sebab musababnya, dapat menentukan cara yang lebih baik bagi pe-
laksanaan hukum.
; Merupakan “seinswissenshafc”, “das sein”.
; Abstrak, teori-teori tentang negara dalam alam pikiran abstrak.
; Universal diseluruh dunia ahli-ahli ilmu negara mempelajari negara
secara menyeluruh pengertian-pengertian, sifat-sifat umum dari ne-
gara secara umum.
Hukum Tata Negara
; Bersifat praktis yang dipentingkan adalah nilai praktisnya, hasil pe-
nelitiannya langsung dapat dipergunakan dalam praktek
; Disini ahli hukum berfungsi sebagai pemain (jurist als medespeler)
sebagai pelaksana yang mempergunakan hukum didalam keputu-
san-keputusannya yang berbentuk Undang-Undang, Vonis keputu-
san hakim (judikatif), Beshikking/ketetapan (eksekutif)
; Merupakan “Normativen Wissenschafc” (das solen)
; Kongkrit, konkretisasi dari pikiran-pikiran abstrak tentang hukum
tata negara tertentu
; Hukum tata negara, adalah hukum tata negara yang berlaku posifit
dinegeri tertentu dan pada waktu periode tertentu.
- Hukum Tata Negara – Hukum Administrasi Negara
- Hubungannya :
Hukum administrasi negara merupakan bagian dari hukum Tata Ne-
gara dalam arti luas.
- Perbedaannya :
Untuk perbedaaan ini ada sarjana yang memperbedakan secara ta-
jam, dan ada yang tidak.
Untuk golongan yang memperbedakan secara tajam/prinsipil, baik
Tentang sistematikanya, maupun tentang materinya antara hukum
Tata Negara dengan hukum Administrasi Negara yaitu :
; Van Volenhoven
; Logemann
; Stellinga
Contohnya :
Van Volenhoven menyatakan dibuku pertamanya yang berjudul
“ Thorbecke en het administratiefrecht”
- Hukum tata negara merupakan sekumpulan peraturan-peraturan
Hukum yang menentukan badan-badan kenegaraan serta membe-
Ri wewenang kepadanya dan bahwa kegiatan suatu pemerintahan
Modern adalah membagi-bagikan wewenang itu kepada badan-
Badan tersebut dari yang tertinggi sampai yang terendah. (dium-
Pamakan sebagai negara dalam keadaan diam seperti yang diru-
Muskan Oppenheim).
- Hukum Administrasi Negara adalah sekumpulan peraturan-pera-
turan hukum yang mengikat badan-badan negara baik yang ting-
gi maupun yang terendah sejak badan-badan negara itu mulai
menggunakan kekuasaannya. Wewenangnya ditentukan oleh
huykum tata negara (negara dalam keadaan bergerak).
Van Volen Hoven dalam bukunya yang kedua berjudul “Omtrek
van het administratiefrecht”
Mengartikan hukum Administrasi negara akan meliputi seluruh
Kegiatan negara dalam arti lua, tidak terbatas pada tujgs peme-
rintahan dalam arti sempit saja, tetapi meliputi juga tugas pera-
dilan, polisi, dan tugas membuat peraturan, dimana HAN meli-
puti :
- Bestuurs Recht
- Justitie Recht
- Politie Recht
- Regelaars Recht
Untuk golongan yang tidak memperbedakan secara tajam
Kranenburg dalam bukunya yang berjudul “Het Nederlandsch
Staats Recht”
Memperbedakan secara tegas antara Hukum Tata negara dengan
Hukum Administrasi negara adalah tidak riil, karena isi dan wa-
taknya berlainan
- Perbedaan disebabkan pengaruh ajaran organis mengenai negara
akibat pengaruh pembagian ilmu pengetahuan medis yang mem-
bagi pengetahuan anatomis dan psikologi
- Perbedaan keduanya tidak bersifat asasi, dan keduanya dapat
dipersamakan hubungannya antara hukum perdata dan hukum
Dagang.
- Adanya pemisahan antara keduanya disebabkan pembagian pe-
kerjaan yang disebabkan adanya pertumbuhan cepat hukum kor-
poratif dari masyarakat hukum teritorial.
4. Pengertian Sumber hukum Arti formil dan Arti materiil
Jawaban :
Sumber hukum Formil
- Sumber hukum dilihat dari bentuknya tertulis
- Sumber Hukum dilihat dari kaidah yang memperoleh kualifikasi sebagai
kaidah hukum
- Sumber hukum dilihatr dari badan yang berwenang membuatnya
Sumber hukum materiil
- Sumber hukum yang menentukan isi hukum

5. Pengertian Sumber formil HTN UUD 1945 dan pengertian sumber Materiil HTN
UUD 1945
Sumber formil HTN UUD 1945 ditetapkan dalam TAP MPRS No. XX/MPRS/
1966, tentang memorandum DPR-GR mengenai sumber tertib hukum RI dan
tata urutan peraturan perundangan RI
Tata urutan perundangan RI
- Undang-Undang Dasar 1945
- Ketetapan MPR
- Undang-Undang/Peperpu
- Peraturan Pemerintah
- Keputusan Presiden
- Peraturan-peraturan pelaksanaan lainnya
- Peraturan Menteri
- Instruksi Menteri
- dan lain-lainnya.
- Pengertian Sumber Materiil HTN Indonesia UUD 1945, yaitu ditetapkan dalam
TAP MPRS No. XX/MPRS/1966, bahwa Pancasila adalah sumber dari segala
sumber adalah pandangan hidup, kesadaran dan cita-cita hukum serta cita-cita
moral yang meliputi suasana kejiwaan dan watak dari rakyat negara yang ber-
sangkutan. Jadi Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum, sebagai
pandangan hidup bangsa Indonesia merupakan sumber hukum dalam arti ma-
teriil. Semua peraturan hukum yang berlaku di Indonesia harus berlandaskan
dan tidak boleh bertentangan dengan Pancasila.


TEST HARIAN ILMU NEGARA
Oleh /arsip : Lukas >salambersih@gmail.com<>


Pertanyaan

1. Jelaskan peninjauan sifat Hakekat Negara (SHN) baik secara Historis, Sosiologis maupun Juridist berikan contoh.

Jawaban :

1.a Peninjauan sifat Hakekat Negara (SHN) secara Historis merupakan suatu pembahasan mengenai istilah-istilah yang digunakan untuk negara dalam setiap perkembangan zaman. Sejarah membuktikan bahwa penyebutan negara selalu berubah-ubah mengikuti perkembangan zaman, contohnya :
a. Pada zaman Yunani penyebutan negara adalah POLIS (negara kota/city state)
b. Pada zaman abad pertengahan penyebutan negara menjadi Civitas,
c. Pada awal abad modern penyebutan negara menjadi Rijk atau Reich
d. Pada abad modern penyebutannya menjadi Staat

1.b Peninjauan secara Sosiologis adalah dengan melihat negara dalam bentuknya yang sederhana yaitu pengelompokan manusia atau suatu organisasi masyarakat. Jadi pembahasannya adalah berdasar pada keadaan manusia yang berada dalam suatu masyarakat/kelompok.. Peninjauan secara sosiologis ini dapat dimengerti dari :
a. Ikatan suatu Bangsa (menurut Kranenburg) yaitu pengelompokan orang-orang menurut ukuran-ukuran dan kriteria-kriteria tertentu yang sama.
Untuk pengelompokan manusia dapat dijelaskan dengan 4 macam pengelompokan yaitu :.
a.1. Berada pada satu tempat, teratur
contoh : Sekelompok mahasiswa sedang belajar, sekelompok orang sedang menonton film.
a.2. Berada pada satu tempat, tidak teratur
contoh : adanya demonstrasi yang liar
a.3. Tidak berada pada satu tempat, teratur
contoh : negara
a.4. Tidak berada pada satu tempat, tidak teratur
contoh : para penjual koran, pedagang asongan

b. Sebagai fungsi Organisasi yang berwibawa
Menurut Heller dan Logeman hakekat negara harus dilihat dari fungsinya sebagai organisasi yang berwibawa (Territorale Gezag Organisatie), Apabila melihat pada unsur kewibawaan sebaai sautu kekuasaan yang diakui, maka hakekat negara adalah merupakan suatu kesatuan yang berwibawa untuk memutuskan hal-hal yang penting bagi negara (Entscheidungseinheit)

1.c. Peninjauan Secara Juridis

Peninjauan ini berdasar pada pemiikiran bahwa dari status naturalis/in abstrakto menjadi status civilis/status bernegara.

a. Teori yuridis pertama yang membahas hakekat negara adalah melihat negara sebagai objek hukum, sehingga negara dalam hal ini menjadi objek dari tindakan-tindakan manusia. Teori ini dapat kita jumpai pada abad pertengahan dan disebut sebagai teori patrimonial, yaitu suatu teori yang melihat sifat hakekat negara dari segi hukum kepemilikan atas benda atau tanah.
Contoh : Pada masa penjajahan Raffles dan Daendels terjadi penjualan tanah-tanah oleh penjajah kepada Partikelir.

b. Teori Juridis yang lain adalah sifat hakekat negara berdasar pada teori perjanjian baik perjanjian perdata ataupun perjanjian berdasar hukum publik/hukum tata negara.
Contoh untuk hukum perdata yaitu :Pada masa abad menengah penguasa kota yang memerlukan biaya untuk pasukannya akan mendapatkan dana dari masyarakat yang ingin mendapatkan perlindungan keamanan darinya.
Contoh untuk hukum publik yaitu : Suatu tindakan bersama untuk membentuk negara yang disebut sebagai Gezam Akt. Yaitu perjanjian masyarakat, dimana setelah negara terbentuk mereka membuat perjanjian membuat peraturan=peraturan hukum yang disebut sebagai hukum dasar beserta peraturan pelaksanaannya.

Pertanyaan :

2. Benarkah bahwa teori pembenaran negara/penghalalan negara hanya dapat ditinjau dari 3 sudut pandang ? Jelaskan dengan contoh-contohnya .

Jawaban :

Teori pembenaran negara adalah teori yang memberi dasar untuk adanya organisasi negara. Negara mempunyai kewenangan berupa memungut pajak, mencetak uang, menyatakan perang atau damai, dan menjatuhkan hukuman mati dan sebagainya
Teori yang membahas mengenai teori pembenaran negara dapat dibagi menjadi 3 kelompok atau sudut pandang yaitu :
a. Teori Theokrasi
Teori ini dapat dibagi 2 yaitu langsung dan tidak langsung
Contoh untuk theokrasi langsung adalah Raja Jepang sebagai keturunan dewa matahari, Raja firaun di mesir mengangkat dirinya sebagai Tuhan dll.
Contoh untuk theokrasi tidak langsung adalah Raja atau yang berkuasa dalam hal ini mendapatkan mandat langsung dari Tuhan, seperti Alexander the Great dari Yunani yang oleh para penasehatnya disebut sebagai putra Zeus.
b. Teori Kekuatan
Teori ini membahas kekuatan Jasmani, rohani dan materi
Contoh untuk kekuatan jasmani, pemimpin berasal dari orang yang kuat dalam kekuasaannya hal ini dinyatakan oleh seorang Machiavelli dan Shang Yang
Contoh untuk kekuatan rohani, ada pada suatu masa kekuasaan raja berada pada orang yang mempunyai kelebihan kerohanian (ahli agama), karena pada masa itu orang terkemukalah yang menjadi pemimpin (Primus Interpares), sepertii kerajaan Roma didirikan oleh seorang yang kuat yang bernama Romulus.
Untuk Teori kekuatan materi, merupakan pendapat yang dikemukakan para ahli yaitu bagaimanapun kuatnya jasmani maupun rohani sang Pemimpin, tetapi jika tidak ada kekuatan ekonomi, maka ia tidak dapat memerintah dalam negara.

c. Teori Yuridis
Teori ini dibagi menjadi dua segi hukum yaitu secara perdata maupun hukum publik
Untuk hukum perdata dibahas mengenai Patriarchal dimana sebagai kepala keluarga berhak untuk memutuskan sesuatu, dan Patrimonial mengesahkan pemilik benda sebagai penguasa, dan teori hukum perjanjian yang membahas karena adanya dua kepentingan yang berbeda contohnya antara rakyat dan pemerintahannya.
Untuk Hukum Publik dinyatakan bahwa rakyat memilih penguasa dan melegalisasi segala tindakan-tindakannya.

Pertanyaan :

3. Bagaimanakan terjadinya suatu negara itu ? Dapatkah bangsa Palestina dianggap telah mempunyai suatu negara Palestina ?

Jawaban :

Dalam teori kenegaraan masalah terjadinya negara dapat dilihat dari 2 sudut peninjauan yaitu :
a. Terjadinya negara secara Primer (Primaire Staats Wording)
Yaitu peninjauan atas teori terjadinya negara berdasar pemikiran yang teoritis logis yang dihubungkan dengan kondisi unsur-unsur negaranya.
Terjadinya negara secara primer ini menjalani 4 fase yaitu tahap Genootschap, tahap Reich/Rijk, tahap Staat, serta tahap Democratische Natie dan Dictatur
Dimana negara terdiri dari unsur-unsur Rakyat, wilayah dan pemerintahan.
b. Terjadinya negara secara sekunder (Secundair Staats Wording)
Yaitu adanya pengakuan dari negara-negara lain, dan adanya pernyataan kemerdekaan (proklamasi) dari negara yang berrsangkutan.
Pengakuan dari negara lain dapat secara de facto dan de jure.

Untuk masalah Palestina, dalam hal ini dapat dianggap sebagai suatu negara Palestina sebab telah memenuhi unsur-unsur negara seperti yang dinyatakan oleh Oppenheimer Lauterpacht yaitu adanya rakyat, daerah, pemerintahan sebagai unsur pokok dalam pandangan tradisionil; dan menurut Konperensi Pan-Amerika pada tahun 1933 di Montevideo dihasilkan Konvensi Montevideo yaitu mengenai hak-hak dan kewajiban negara, dimana dinyatakan sebagai unsur unsur konstitutif negara sebagai pribadi hukum Internasional adalah : mempunyai penduduk yang tetap, adanya wilayah tertentu, adanya pemerintahan dan kemampuan mengadakan hubungan dengan negara-negara lain.
Dikaitkan dengan Palestina tadi, maka unsur-unsur tradisionalnya telah terpenuhi.

Pertanyaan

4. Benarkah bahwa tipe2 negara secara yuridis dipengaruhi oleh tujuan2 negaranya ?

Jawaban :

Tipe2 negara secara yuridis benar dipengaruhi oleh tujuan2 negaranya, dengan kata lain tipe negara secara yuridis dapat dipengaruhi oleh tujuan negara dalam hubungannya dengan kemakmuran rakyat (hubungan yang memerintah dengan yang diperintah).

Pertanyaan :

5. Berikan beberapa contoh tipe2 utama negara secara historis.

Jawaban :

Secara Historis :
a. Type Negara Purba
Negara absolut yaitu raja sebagai dewa/penguasa tertinggi
- Absolut
- Theokratis (agama)
b. Type negara Yunani
Negara Kota (Polis City State)
- Zoon Politicon
- Demokrasi langsung
- Status Aktif (status teori Jellineck)
c. Type Negara Romawi
- Kerajaan
- Republik
- Principat
- Dominaat
d. Type Negara Abad Menengah
- Dualistisme (penguasa- rakyat)
- Feodalisme (pemilik tanah-penyewa)
- Patrimonial
- Teokratis
e. Type negara Modern
- Azas Demokrasi
- Paham negara hukum
- Susunan negara Kesatuan
- Demokrasi dengan perwakilan
- Negara hukum Demokrasi.
6. Bagaimanakah Anda menjelaskan masalah unsur-2 negara bila ditinjau dari segi penggolongan :
a. Penggolongan klasik
b. Yuridis
c. Sosiologis
d. Politik Internasional (Internasional Politik)

Keterangan :
a. Penggolongan Klasik :
Adanya Bangsa, wilayah dan pemerintahan yang berdaulat
Mengenai Bangasa adanya pendapat dari Krenenburg, JJ Rousseau, Ernest Renan, Dr. Hertz dan G. Jellineck.

b. Secara Yuridis
Pendapat dari Logemann yaitu adanya subjek Hukum (pemerintahan yang berdaulat), Objek hukum (wilayah), dan Perikatan hukum (hubungan hukum) berupa hubungan rakyat dengan negaranya.

c. Secara Sosiologis
- Adanya faktor alam berupa wilayah (geopolitik) dan bangsa (ethnopolitik)
- Adanya faktor kebudayaan berupa Sosial (sosial politik), ekonomi (Ekopolitik), Penguasa (Kraftpolitik).

d. Unsur-unsur menurut Internasional Politik
Schwartzerberger/Hans Morgenthau
- Wilayah yang strategis (teritory)
- Jumlah penduduk yang memadai (Population)
- Pemerintahan yang stabil (stabil government)
- Sumber-sumber alam (National Resources)
- National Morale
- National Character
- Industrial Capacity
- Angkatan Perang (well Prepared Army)
- Diplomacy yang aktif.
- Pengakuan dari negara lainnya.

Materi Hukum Islam
Oleh /arsip : Lukas >salambersih@gmail.com<>

1. Apa Sekulerisasi dan Sekularisme didunia ini ?
Sekulerisasi dan Sekularisme berasal dari bahasa latin Saeculum yang mempunyai 2 (dua) pengertian yaitu : waktu dan lokasi. Pengertian waktu menunjuk kepada sekarang atau kini, dan pengertian lokasi menunjuk pada duniawi. Diantara 2 (dua) pengertian tersebut tekanan makna sekuler diletakkan pada waktu atau periode tertentu di dunia yang dipandang sebagai suatu proses sejarah ( M. al-Naquib al-Attas, 1981:19)

- Sekularisasi adalah proses pembebasan manusia, pertama dari agama, dan kedua dari metafisika yaitu ilmu yang mempelajari berbagai masalah fundamental tentang pengetahuan dan kenyataan non fisik, diantaranya adalah masalah eksistensi sesuatu yang disebut ketuhanan, Proses Sekularisasi ini menyangkut segala aspek kehidupan (Prof. H. Mohammad Daud Ali, SH)
- Sekularisasi adalah sikap spirit dan merupakan kompetisi untuk menguasai kebenaran dan mencapai kebenaran (Prof. Emeritus Mohamed Arkoun dalam bukunya Agama Sekuler, Juni 2003, hal 16)

Sekularisme (Secularism) lahir sebagai istilah pada tahun 1851, dimana sekulerisme adalah sistem etika dan filsafat yang bertujuan memberi interpretasi atau pengaturan kepada hidup manusia yang menganut : (H.M. Rasjidi, 1972:17)
- Tanpa kepercayaan atau keyakinan kepada Tuhan
- Tidak mempercayai kitab-kitab suci
- Tidak percaya hari kiamat
Sekularisme adalah paham atau aliran dalam filsafat yang secara sadar meniadakan peranan Tuhan, Wahyu dan agama dalam pengaturan kehidupan manusia, tatapi pusat perhatiannya semata-mata hanya pada masalah dunia. Sekularisme kini telah menjadi ideologi, dimana ia mengembangkan sistem nilai sendiri yang dianggapnya benar mutlak dan final.

Bagaimana bentuk Sekularisme sekarang ?
Dalam bentuknya sekarang, sekularisme terbagi 2 (dua) paham yaitu :
1.1. Sekularisme yang memisahkan antara hukum-hukum Tuhan dengan aturan-aturan duniawi. Paham ini menyatakan dengan tegas bahwa agama harus dipisahkan dengan negara, dan tiap individu manusia bebas untuk lepas dari ketergantungan pada Tuhan dan ajaran agama.
Paham ini hidup di Eropa Barat, Amerika dan negara-negara ketiga.
1.2. Sekularisme yang kedua adalah paham yang dengan sadar mengingkari adanya Tuhan (atheisme)
Paham ini hidup dinegara-negara komunis seperti Rusia, Tiongkok dan negara lain dibawah kekuasaan komunis.

2. Islam/Dinul Islam dengan Religion apa bedanya ?
Perbedaan yang mendasar adalah jika Religion yang berasal dari bahasa latin
Religio menunjukkan bahwa ruang lingkup agama itu hanyalah hubungan te-
tap antara manusia dan Tuhan saja, sedangkan menurut ajaran Islam Istilah
din yang tercantum dalam al-Qur’an (5:3) tidak hanya mengandung penger-
tian pengaturan hubungan manusia dengan Tuhan saja (bersifat vertikal, te-
tapi juga mengandung pengaturan hubungan manusia dengan manusia lain
dalam masyarakat dan alam lingkungan hidupnya (yang bersifat horizontal)
kedua tata hubungan ini merupakan komponen yang berjalan dan berjalin dalam sistem ajaran Islam (Prof. H. Mohammad Daud Ali, SH, hukum Islam)

==== 000 ====


PERCOBAAN (POGING)

Perlunya Lembaga Hukum Percobaan

Hukum pidana positif tidak mengambil resiko dalam menjamin kententraman individu terhadap niat jahat dari beberapa diantara sesama individu. Terkecuali dalamm beberapa kejahatan seperti yang tercantum dalam pasal 182 djb (perang tanding – pasal 184 (5)), 302 (penganiayaan hewan – ayat 4 dan 351 djb)
Penganiayaan, pasal 351 (4) 352 (2) KUHP dengan menjatuhkan suatu hukuman, tidak menunggu sampai terjadinya akibat kejahatan yang sedang dilakukan (khusus dalam delik materiil).
KUHP bersikap sanggup telah menjatuhkan hukuman atas perbuatan memulai melaksanakan suatu niat yang jahat dan tidak memberi kesempatan kepada pembuat tersebut untuk menimbulkan akibat jahat perbuatanya adalah sesuai dengan ide prevensi yang menjadi salah satu dasar penting dari hukum pidana modern. Ternyata dalam pasal 53 (1): “percobaan akan melakukan kejahatan boleh dihukum , kalau maksud akanmelakukan kejahatan itu sudah ternayat dengan permulaan membuat kejahatan itu dan perbuatan tiu tidak diselesaikan hanyalah olehsebab hal ihwal yang tidak bergantunng kepada kehendaknya sendiri”, lembaga hukum pidana ini disebut “percobaan atau poging”

Dalam pasal 54 ditentukan bahwa ‘percobaan akan melakukan pelanggaran tiada boleh dihukum”, jadi hanya percobaan atas kejahatan (misdrijven) Buku II KUHP saja yang diancam dengan hukuman.

Tiga hal kejahatan yang tidak mengenal suatu percobaan yang diancam dengan hukuman. Rasio pasal 184 (5) KUHP adalah, kalau hakim pidana diberi kemungkinan untuk menghukum mereka yang baru memulai tweegevecht (duel), maka ada kemungkinan besar bahwa memulai melaksanakan duel itu, sebelum terjadinya akibat duel tersebut tidak dilaporkan kepada polisi, karena orang takut akan dihukumnya yang bersangkutan. (Ketentuan hukun adat dibeberapa daerah masih mengenal duel sebagai suatu penyelesaian perselisihan, tidak hanya antara individu tetapi juga antara suku) pasal 302 (4) KUHP dibuat karena terkecuali dalam hal penganiayaan berat, umumnya percobaan atas penganiayaan tidak dianggap strafbar, lihat pasal 351 (5), dalam hal kejahatan penganiayaan maka phase percobaan tidak banyak berarti.

Hukum pidana positif membedakan dua phase dalam terjadinya delik kejahatan yaitu phase memulai pelaksanaan niat jahat (percobaan) dan phase terjadinya akibat karena dengan terjadinya akibat maka delik kejahatan yang bersanngkutan adalah suatu delik terselesai (voltooid). Kedua phase ini masing- masing diancam dengan hukuman.

Pasal 53 (2), menentukan bahwa lama tertinggi hukuman pokok yang ditentukan atas kejahatan itu dikurangi sepertiganya dalam hal percobaan.
Pasal 53 (3), menentukan bahwa jika suatu kejahatan yang atasnya ditentukan hukuman mati atau hukuman penajara seumur hidup maka dijatuhkan hukuman penjara selama- lamanya lima belas tahun dan pasal 54 KUHP

Anasir- anasir (unsur- unsur ) percobaan

Unsur percobaan yang dilukiskan dalam pasal 53 (1) KUHP dapat disebut:
a) suatu maksud (voornemen) pembuat, yang
b) sudah ternayata dalam suatu memulai melaksanakan (begin van uitvoering) maksud tersebut, tetapi
c) karena suatu sebab diluar kehendak pembuat , maka apa yang dimaksud oleh pembuat tidak dapat diselesaikan

ad a): mempersamakan “maksud” dan “sengaja” dalam segala bentuknya

ad b): di dalam ilmu hukum pidana maupun dalam jurisprudensi diadakan perbedaan antara ‘perbuatan persiapan’ (dianggap tidak strafbaar) dan’ perbuatan melaksanakan’ (perbuatan yang dainggap inti (wezen) dari percobaan, dan dianggap suatu perbuatan yang strafbaar)

Jadi persoalan terpenting dalam ‘percobaan’adalah persoalan tentang perbuatan- perbuatan mana yang merupakan ‘perbauatn melaksanakan’, yakni perbuatan yang strafbaardan perbuatan mana yang hanya merupakan ‘perbuatan persiapan’ saja yakni perbuatan yang tidak strafbaar.

VAN DIJCK, ‘memulai melaksanakan’ ada apabila pembuat ditempat dan pada waktu ia membuat tindakan pidananya, melakukan suatu perbuatan yang memperlihatkan bahwa pembuat itu psychis sanggup (psychisch in staat) untuk melakukan suatu peristiwa pidana. Apabila dibuktikan bahwa seseorang psychis sanggup untuk melakukan suatu peristiwa pidana, maka dengan sendirinya (secara konsekwen) orang itu juga harus dihukum. Van Djck selanjutnya membedakan antara “typische uitvoeringshandelingen (adalah perbuatan yang memperlihatkan dengan pasti- mutlak kesanggupan psychis pembuat untuk melakukan suatu peristiwa pidana, misalnya perbautan menembak (=mengeluarkan peluru dari senapan) dan a- typische uitvoeringshandelingen” (perbuatan yang hanya memperlihatkan suatu kemungkinan, tetapi suatu kemungkinan yang besar, bahwa pembuat dapat melakukan suatu peristiwa pidana, misalnya perbuatan memasang (mengarahkan) senapan.

Teori percobaan subyektif berukuran pada terutama kehendak atau watak (mentalitet) pembuat yang menjadi dasar teori percobaan yang subyektif.

Teori percobaan obyektif melihat dasar dapat dihukumnya percobaan dalam suatu objektieve perbuatan yang melanggar ketertiban hukum umum, POMPE mengemukakan bahwa tentang teori percobaan yang objektif ada dua type:
a) perbuatan percobaan (yaitu perbuatan melaksanakan) adalah strafbaar karena perbuatan itu termasuk lukisan delik dalam UU
b) perbuatan percobaan (yaitu perbuatan melaksanakan) adalah strafbaar, karena perbuatan itu secara objektif merupakan bahaya

ad a) pendapat ini sesuai dengan sejarah ketentuan pasal 53 KUHP, karena UU memperhatikan ‘perbuatan memulai melaksanakan’, maka tiap perbuatan, percobaan yaitu tiap perbuatan melaksanakan, dengan sendirinya merupakan sebagian dari delik terselesaikan. Dengan kata lain: apabila perbuatan yang bersangkutan (perbuatan melaksanakan) telah memenuhi sebagian (suatu fragment, suatu segi) dari lukisan delik dalam UU, maka perbuatan itu merupakan suatu ‘strafbare poging’. Dirumuskan secara negatif: “suatu strafbare poging ada apabila suatu fragment dari lukisan delik direalisasikan”

ad b) VAN BEMMELEN, percobaan itu ‘strafbaar’ karena antara perbuatan percobaan dan kejahatan yang hendak dilakukan adalah suatu hubungan sebab menyebab (causal verband) dan oleh sebab itu ditinjau dari sudut objektif percobaan tersebut membahayakan. (dasar strafbaarheid dari percobaan itu adalah bahaya yang ditimbulkan oleh akibat (perbuatan melaksanakan) yang tidak dikehendaki oleh UU)
SIMONS, sebagai dasar ‘strafbaarheid’ dari percobaan itu bahaya yang ditimbulkan oleh perbuatan percobaan (perbuatan melaksanakan) bagi kepentingan hukum yang dilindungi oleh ketentuan pidana yang bersangkutan.

‘Perbuatan persiapan’ dan ‘perbuatan melaksanakan’ dalam ilmu hukum pidana bergantung pada teori yang dianut.
Penganut teori percobaan yang subyektif hanya’incidenteel’ dapat menentukan batas untuk tiap perkara percobaan satu persatu (masing- masing), tidak dapat menentukan suatu batas yang tepat dan umum untuk suatu type perkara tertentu. Misalnya: percobaan mencuri (pasal 362 jo pasal 53 KUHP)
Penganut teori objektif umumnya dapat menentukan suatu batas ‘tetap dan umum’ untuk suatu type perkara percobaan yang tertentu

Jurisprudensi hukum pidana, tertanggal 11 januari 1904, dikemukakan bahwa, untuk adanya suatu perbuatan melaksanakan (adanya suatu percobaan yang dapat dihukum), antara perbuatan yang bersangkutan dan kejahatan yang hendak dilakukan harus ada suatu hubungan yang perlu dan langsung.

Jurisprudensi tertanggal 15 februari 1915, digunakan suatu rumusan apabila antara perbuatan yang bersangkutan dan kejahatan yang hendak dilakukan ada suatu hubungan yang begitu langsung, maka perbuatan yang bersangkutan itu merupakan suatu ‘memulai melaksanakan’

Keputusan Mahkamah Agung tertanggal 7 april 1953, MA tidak menggunakan kesempatan baik yang diberikan kepadanya dalam perkara Sultan Hamid II supaya merumuskan secara tepat apa yang harus dimaksud dengan ‘begin van uitvoering’ kejahatan dalam hal percobaan

Ad c) delik tidak selesai hanya karena ada suatu sebab (halangan) yang letaknya di luar kehendak pembuat (unsur ini harus dicantumkan dalam surat dakwaan dan harus dibuktikan oleh jaksa), apabila hakim ragu- ragu akan adanya unsur ini, maka hakim harus membebaskan terdakwa dari hukuman. Karena pembuktian dari unsur ketiga ini adalah pembuktian sesuatu yang negatif, artinya barangsiapa yang dengan sukarela mengundurkan diri tidak boleh dihukum.
Bilamana suatu delik tidak terselesaikan karena suatu halangan yang sama sekali diluar kehendak pembuat? Adalah bila pembuat physik tidak dapat meneruskan perbuatanya, misalnya senjata pendobrak dengan sekonyong- konyong diambil (dirampas, dipukul) dari tangannya, maka delik yang bersangkutan tidak terselesaikan karena suatu halangan yang sama sekali di luar kehendak pembuat.
Mengundurkan diri dengan sukarela (vrijwillig terug treden) tidak dapat dipersalahkan telah melakukan suatu percobaan yang strafbaar.

UU pidana di negeri Jerman hanya menyebut ‘tidak terselesaikannya delik’ sebagai unsur percobaan, tanpa menyinggung terselesaikannya delik itu terjadi karena ada suatu halangan yang letaknya di luar kehendak pembuat, ‘mengundurkan diri dengan sukarela’ dikonstruksikan sebagai ‘faitd excuse’

Percobaan yang terkwalifikasi

Kadang- kadang pembuat percobaan (poger) masih juga dihukum, biarpun ia dengan sukarela menghentikan perbuatanya, sehingga delik yang direncanakannya dan yang telah dimulainya tidak selesai. Apabila yang telah dilakukannya jika ditinjau tersendiri merupakan suatu delik.
Misalnya: A berencana membunuh B, A hanya berhasil melukai B. delik pembunuhan yang direncanakan dan yang telah dimulai tidak selesai. Perbuatan melukai itu jika ditinjau tersendiri adalah suatu delik (selesai). Perbuatan tersebut diberi nama “percobaan yang terkwalifikasi” (gekwalificeerde poging)

Mangel am Tatbestand

Contoh: A mencuri barang yang dikuasai B. A mengira bahwa barang itu milik B, tetapi sebenarnya barang itu milik A sendiri! (Hal in dapat terjadi karena misalnya, warisan, dan pada waktu A mengeluarkan barang itu dari kekuasaan B ia belum tahu bahwa ia telah menjadi pemilik barang tersebut karena warisan). Dalam hal ini tiada delik terselesaikan karena suatu unsur tetentu delik yang hendak dilakukan tidak ada, yakni tidak ada unsur : barang yang diambil itu milik orang lain.
Contoh lain: mencoba membunuh mayat, mencoba melakukan abortus provocatus terhadap seorang perempuan yang tidak hamil.

Delik putatif adalah akibat suatu salah kira (dwaling) dalam hukum pidana positif . orang mengira bahwa dalam hukum pidana positif ada suatu ancaman hukuman terhadap perbuatan yang dilakukannya, tetapi sebenarnya tiada suatu ancaman hukuman terhadap perbuatannya itu, jadi delik putatif itu adalah akibat suatu salah kira dalam hukum.

Mangel am tatbestand adalah salah kira tentang adanya satu unsur peristiwa pidana yang bersangkutan

Ondeugdelijke poging

Adalah tiap percobaan yang ‘a priorotot mislukking gedoemd’ (pada waktu dimulai telah dapat dikatakan bahwa percobaan itu akan gagal), karena:
a) alat (middel) yang dipakai adalah ‘ondeugdelijk’ sebenarnya tidak dapat dipakai, atau karena
b) objek (object) delik adalah ‘ondeuglijk’ sebenarnya tidak apat menjadi objek delik yang bersangkutan

Ondeugdelijkheid dapat dibedakan antara yang absolut (mutlak) dan yang relatif (nisbi)
‘Absoluut ondeugdelijke poging’ adalah suatu percobaan yang dalam keadaan apapun saja selalu akan gagal karena alat yang dipakai atau objek delik yang bersangkutan adalah absolut ondeugdelijk.
Contoh: mencoba membunuh mayat (obyek yang absoluut ondeugdeijk), mencoba meracuni orang dengan memakai gula yang disangka racun (alat yang absolut andeugdelijk) dalam keadaan apapun saja dan dimanapun di dunia ini, maka selalu gula itu tidak dapat dipakai untuk meracuni orang.

Suatu alat menjadi ‘realitief ondeugdelijk’ apabila alat itu pada umumnya dapat dipakai tetapi dalam hal konkrit tidak dapat dipakai. Misalnya dipakai sejumlah racun yang biasanya membunuh orang tetapi dalam hal konkrit orang yang diberi minuman yang dicampur dengan jumlah racun itu tidak meninggal karena badannya luar biasa kuat, contoh: tentang objek yang ‘relatief ondeugdelijk’: A yang mempunyai ‘eierschedel’.


DASAR PENGHAPUS, PERINGAN DAN PEMBERAT PIDANA

Perlunya alasan- alasan yanng mengecualikan dijatuhkannya hukuman, yang mengurangi beratnya hukuman dan yang menambah beratnya hukuman

UU Pidana mengatur hal- hal yang abstrak dan hypotesis. Sifat umum UU Pidana mengandung kemungkinan akan dijatuhkanya hukuman yang tidak adil, kemungkinan bahwa seseorang yang tidak bersalah masih juga dihukum. Hal ini dapat terjadi apabila orang itu melakukan suatu perbuatan yang dilarang UU Pidana, tetapi orang tersebut sama sekali tidak bermaksud melanggar UU, bahkan sama sekali tidak mempunyai maksud sendiri untuk melakukan perbuatan dilarang itu dan juga orang tersebut cukup berhati- hati. Perbuatan dilarang tersebut masih juga dilakukannya karena ada paksaan dari luar, misalnya dalam hal pasal 48 KUHP. Ketidak mampuan pembuat UU pidana untuk memperhatikan tiap- tiap hal konkret itu, maka dalam KUHP terdapat beberapa ketentuan yang memuat alasan yang mengecualikan dijatuhkanya hukuman, yang mengurangi beratnya hukuman dan yang menambah beratnya hukuman.

KUHP mengadakan pembagian antara:
a) strafuitsluitingsgronden yang umum,
berlaku untuk tiap delik strafuitsluitingsgronden yang umum tercantum dalam pasal 44 dan 48 – 51 KUHP
b) strafuitsluitingsgronden yang khusus
hanya berlaku untuk suatu delik tertentu, tercantum dalam antara lain pasal 166, 221 ayat (2), 310 ayat (3), 367 ayat (1) KUHP dan dalam UU lain dan peraturan- peraturan daerah..
keistimewaan strafuitsluitingsgronden yang khusus ialah hal mengecualikan dijatuhkanya hukuman itu tidak berdasarkan tiadanya schuld (kesalahan dalam arti kata luas), tetapi atas dasar kepentingan umum tidak dapat tertulung oleh suatu penuntutan pidana. Pembuat UU pidana menganggap lebih baik dan lebih bijaksana tidak menuntut di muka hakim pidana.

VAN HAMEL, membagi pengecualian itu dalam dua macam golongan:
a) rechtvaardigingsgronden, hal tersebut menghapuskan undur melawan hukum
b) alasan- alasan yang menghilangkan strafwaardigheid.

Tetapi pembagian VAN Hamel ini tidak diterima umum, yang telah umum diterima ialah pembagian:
a) rechtvaardigingsgronden
b) schuldduitsluitingsgronden

Rechtvaardigingsgronden (alasan- alasan yang membenarkan) itu menghapuskan wederrechteljkheid dan schuldduitsluitingsgronden (alasan- alasan yang mengilangkan kesalahan (dalam arti luas) hanya menghilangkan pertanggungjawaban pembuat atas peristiwa yang diadakannya. Umum diterima bahwa rechtvaardigingsgronden menghapuskan peristiwa pidana, yaitu kelakuan bersangkutan bukan suatu peristiwa pidana biarpun sesuai dengan lukisan suatu pidana,sedangkan dalam hal schuldduitsluitingsgronden kelakuan yang bersangkutan tetap suatu peristiwa pidana tetapi tidak dapat dipertanggungjawabkan kepada pembuat.

A dengan sekonyong- konyong diserang oleh B dengan suatu pisau. A membela diri dan dalam pembelaan diri itu A melukai B.
Menurut pasal 49 ayat (1) KUHP (yang memuat suatu rechtvaardigingsgrond), maka perbuatan A melukai B ini bukan peristiwa pidana.

A yang diserang oleh B dengan suatu pisau, membela diri, dan dalam pembelaan diri itu karena terbawa oleh suatu ‘sangat panas hati’. A membunuh B. Perbuatan A membunuh B adalah tetap suatu peristiwa pidana, tetapi menurut pasal 49 ayat (2) KUHP, perbuatan tersebut tidak dapat dipertanggungjawabkan kepada A. (disini ada suatu schuldduitluitingsgrond)

VOS, oran harus menyelidiki alasan yang dipertimbangkan oleh pembuat UU pidana, apabila dipertimbangkan selanjutnya, ditentukan bahwa dalam suatu situasi (keadaan) tertentu kelakuan yang bersangkutan dengan hukum maka dalam hal ini walaupun kelakuan yang bersangkutan bertentangan dengan hukum, masih juga tidak dapat dipertanggungjawabkan kepada pembuat itu.

Mengenai alasan yang mengecualikan dijatuhkanya hukuman, dapat dibuat ichtisar:
a. schulduitluitingsgrond:
a) ontoerekeningsvatbaarheid (pasal 44 dan 45 KUHP)
b) paksaan psychhis (psychische drang) atau berat lawan (overmacht) dalam arti kata sempit (pasal 48 KUHP)
c) keadaan darurat (noodtoestand) pasal 48 KUHP
d) kelebihan pembelaan darurat (noodweer-exces) pasal 49 ayat (2)
e) perintah yang dikeluarkan oleh suatu pejabat (jabatan) yang tidak berkuasa (berhak) pasal 51 ayat (2)

b. rechtvaardigingsgrond:
a) keadaan darurat (noodtoestand) pasal 48 KUHP
b) pembelaan darurat (noodweer) pasal 49 ayat (1) KUHP
c) melaksanakan perintah UU (pasal 51 KUHP
d) perintah yang dieluarkan oleh suatu pejabat (jabatan) yang berkuasa (pasal 51 ayat (1)

Schuldduitluitingsgronden – alasan- alasan yang menghilangkan kesalahan (dalam arti kata luas) dapat dibagi dalam:
a. ontoerekeningsvatbaarheid
b. berat lawan (overmacht)
c. kelebihan pembelaan darurat (noodweer exces)
d. perintah yang dikeluarkan oleh suatu pejabat (jabatan) yang tidak berkuasa (berhak) (ambtelijk bevel door onbevoegd gezag)
ad a. ontoerekeningsvatbaarheid
merupakan salah satu unsur kesalahan dalam arti kata luas, jadi tiadanya unsur ini berarti tiada kesalahan (dalam arti kata luas). Ontoerekeningsvatbaarheid adalah suatu schuldduitluitingsgrond, yaitu suatu alasan yang menghilangkan kesalahan (dalam arti kata luas)

ad b. Berat lawan (overmacht)
adalah suatu kekuatan, dorongan, paksaan yang tidak dapat dilawan (tidak dapat ditahan). Dwang ini erarti tekanan fisik maupun tekanan psychis, dapat juga dijalankan oleh pihak ketiga, dengan menggunakan kekerasan, ancaman atau cara- cara memaksa yang lain, terletak dalam natuur der dingen (kodrat (alam) hal- hal yang ada di sekitar kita)

overmacht dalam pasal 48 KUHP bukanlah vis absoluta (kekuasaan mutlak) yaitu suatu paksaan yang sama sekali tidak dapat dilawan, pembuat sama sekali tidak mempunyai kehendak, dalam hal ini pembuatadalaha alat belaka (manus ministra) dalam tangan dari yang memaksa.
Dalam hal delicta omissionis tiada sengaja maupun kealpaan (culpa).
Pasal 48 KUHP terbatas pada hanya “overmacht” relatif (nisbi) (vis compulsiva), yaitu terbatas pada hanya hal- hal paksaan psychis yang biarpun masih juga dapat dilawan, tetapi menurut rasa bijaksana masih juga dari pembuat perlawanan itu tdak dapat diharapkan.
Jadi persoalanya tdaklah mengenai hal apakah paksaan yang dilakukan itu dapat atau tidak dapat dilawan oleh pembuat, tetapi mengenai hal apakah paksaan yang dilakukan itu patut (seharusnya) (“behort”) atau tidak patut dilawan oleh pembuat.
POMPE, menganggap overmacht itu rechtvaardigingsgrond dan bukan schulduitluitingsgrond, alasanya: hal pembuat menurut hukum tidak perlu (tidak diwajibkan mutlak) melawan paksaan tersebut berarti paksaan tersebut yang membenarkan kelakuan pembuat. Yaitu alasan yang menghilangkan unsur melawan hukum dalam kelakkuan pembuat dalam paksaan tersebut.
VAN HATTUM, berpendapat alasan yang mengecualikan yang terantum dalam pasal 48 KUHP adalah overmacht, tidak dapat membenarkan kelakuan yang melawan hukum, kelakuan pembuat tetap melawan hukum, tetapi dapat menghapuskan pertanggungjawaban pidana dari pembuat.
SIMONS, membagi overmacht dalam psychische drang (paksaan psychis atau overmacht in engere zin) dan noodtoestand (keadaan darurat).
Perumusan BINDING, apabila ketentuan pidana tidak dijalankan terhadap kelakuan yang bersangkutan, maka hal itu berarti bahwa kelakuan tersebut adalah “unverboten” (tidak terlarang), yaitu bagi hukum tidak ada (rechtens irrelevant)
Juga jurisprudensi menerima bahwa “overmacht” dalam pasal 48 KUHP adalah vis compulsiva, “overmacht” itu ada apabila paksaan yang bersangkutan menjadi begitu kuat dan dijalankan terhadap suatu kepentingan yang tertentu, sehingga dari pembuat tidak dapat diharapkan diadakan suatu perlawanan.
Vis compulsiva biasanya dibagi dalam:
x) berat lawan (overmacht) dalam arti kata sempit atau paksaan psychis
y) keadaan darurat (noodtoestand)

ad x) paksaan psychis, seseorang memaksa seorang lain membuat sesuatu yang merupakan suatu delik, menjalankan kelakuan yang merupakan delik itu dipaksa oleh seorang lain kepada pembuat (dader), bukan pembuat yang memilih diadakanya delik tersebut, tetapi pilihan itu dibuat oleh seorang lain dan pilihan itu dipaksa oleh orang lain kepada pembuat

ad y) noodtoestand (keadaan darurat), pembuat melakukan suuatu delik karena terdorong oleh suautu paksaan dari luar, pembuat dipaksa memilih antara dua hal yang buruk. Ia memilih melakukan suatu delik dar pada tergilas atau mendapat kerugian besar ole paksaan dari luar itu, pembuat sendiri yang memilih diadakanya peristiwa pidana itu.

Tiga bentuk noodtoestand (keadaan darurat):
p) suatu pertentangan antara kepentingan hukum (conflict van rechtsblalngen)
q) suuatu pertentangan antara kepentingan hukum dan kewajiban hukum (conflict van rechtbelang en rechtplicht)
r) suatu pertentangan antara kewajiban hukum (conflict van rechtsplichten)

dalam penilaian overmach putatif (overmacht yang disalah kirakan ada) ini harus diperhatikan perasaan yang dimiliki pembuat pada waktu ia melakukan perbuatanya seperti pembuat merasa takut, merasa gugup.
Apabila misalnya seseorang mengobankan hidupnyabanyak orang- orang lain guna dapat menjamin hidupnya sendiri, maka noodtoestand ini hanya merupakan schulduitluitingsgrond saja. Biarpun kelakuan yang bersangkutan tidak dapat dipuji (bertentangan dengan hukum), masih juga kelakuan tersebut tidak dapat dipertanggungjawabkan (pidana) kepada pembuatnya itu.

Rechtvaardigingsgronden- alasan – alasan yang menghapuskan unsur melwan hukum,
Dapat dibagai dalam:
a) keadaan darurat (noodtoestand)
b) pembelaan darurat (noodweer)
c) melaksanakan peraturan perUU (wettelijkvoorschrft)
d) perintah yang dikeluakan oleh suatu pejabat (jabatan) yang berkuasa (bevoegd gezag)

Ad a) keadaan darurat sama dengan dalam alasan yang mengecualikan dijatuhkannya hukuman.

Ad b) pembelaan darurat ini disebut dalam pasal 49 ayat (1) KUHP: tiada boleh dihukum barangsiapa melakukan perbuatan yang terpaksa dikerjakan untuk membela dirinya sendiri atau diri orang lain, membela peri kesopanannya sendiri atau kesopanan orang lain atau membela harta benda kepunyaan sendiri atau kepunyaan orang lain dari pada serangan yang lawan hukum dan yang berlaku sekejap itu atau yang mengancam dengan seketika.

Dalam redaksi pasal 49 ayat (1) KUHP terdapat enam unsur (elementen) pembelaan darurat:
1) suatu serangan
2) serangan itu diadakan sekonyong- konyong (ogenblik kelijk) atau suatu ancaman yang kelak akan dilakukan
3) serangan itu melawan hukum (wederrechttelijk)
4) serangan itu diadakan terhadap diri sendiri, diri orang lain, harta benda sendiri, harta benda orang lain
5) pembelaan terhadap serangan itu harus perlu diadakan (noodzakelijk), yakni pembelaan itu bersifat darurat
6) alat yang dipakai untuk membela atau cara membela harus setimpal

ad 1) serangan
VOS, serangan itu tidak terbatas pada selesainya perbuatan yang merupakan serangan itu, karena serangan itu merupakan suatu delik maka dapat dikatakan bahwa serangan tersebut tidak terbatas pada selesainya delik. ‘serangan’ itu ada selama masih ada kemungkinan bahwa pelaku serangan dapat melanjutkan perbuatanya merugikan orang yang telah diserangnya.
Serangan itu dapat juga berupa ancaman yang kelak akan dilakukan, jadi suatu keadaan yang mengancam ketentraman (keamanan) seseorang dan ancaman itu kelak akan dilakukan.

Ad 2) dalam KUHP Indonesia , disamping serangan yang diadakan sekonyong- konyong (oogenblikkelijke) juga suatu ancaman yang kelak akan diadakan dapat menjadi suatu alasan yang membenarkan membela diri sendiri, diri orang lain, dsb

Ad 3) serangan yang dilakukan harus melawan hukum
Pembelaan terhadap binatang yang dihasut orang dapat dilihat sebagai pembelaan darurat. Pembelaan terhadap serangan orang gila dapat dilihat sebagai suatu perbuatan darurat menurut pasal 49 ayat (1) KUHP,karena seorang gila dapat melakkukan suatu perbuatan yang melawan hukum.

Ad 4) lijft meliputi hidup dan integritet badan (awak, lichaam) manusia, dalam hal sexualitet. Seorang wanita yangmengadakan perlawanan terhadap suatu percobaan untuk memperkosanya mengdakan pembelaan menurut pasal 49 ayat (1) yang ditegaskan oleh pasal 310 ayat (3) KUHP yang menentukan bahwa “tdak dapat dikatakan menista atau menista dengan surat, jika nyata perbuatan itu dilakukan untuk mempertahankan kepentinganumum atau karena terpaksa untuk mempertahankan diri”.

Ad 5) pembelaan adalah suatu pembelaan yang perlu, ada dua hal yang dapat diterima:
x) dalam hal tiada lagi kemungkinan untuk menangkis serangan yang telah dilakukan atau mengelakan ancaman bahaya serangan, yang kelak akan dilakuakan secara legal (menurut peraturan hukum yang ada)
y) dalam hal tiada lagi kemungkinan untuk melarikan diri dari ancaman bahaya serangan yang kelak akan dilakukan

ad 6) syarat bahwa pembelaan dri, yang dapat dibenarkan oleh pasal 49 ayat (1) harus bersifat suatu pembelaan perlu, serentak menimbulkan suatu syarta lain, yaitu syarat bahwa alat yang dipakai untuk membela atau cara membela harus setimpal.
Kemungkinan untuk memakai keadaan darurat (noodtoestand) sebagai suatu strafuitsluitingsgrond adalah sangat lebih besar dari pada kemungkinan untuk memakai pembelaan darurat sebagai suatu strafuisluitingsgrond.

Perbedaan antara pembelaan darurat dan keadaan darurat (perbedaan antara pasal 48 dan 49 ayat (1) KUHP)
Pembelaan darurat Keadaan darurat
 selalu ada suatu hak untuk membela diri terhadap suatu tindakan yang melawan hukum,
 harus ada suatu serangan atau ancaman kelak akan dilakukan serangan,
 kepentingan yang dapat dibela disebut secara limitatif (terbatas),
 tidak perlu adanya suatu perseimbangan antara kepentingan yang hendak dibela dan kepentingan yang akan dikorbankan dalam membela diri. kepentingan yang diserang selalu diutamakan dari pada kepentingan yang menyerang,  hak untuk membela diri tidak ada,
 serangan atau ancaman kelak akan dilakukan serangan itu bukan syarat,
 (pasal 48 KUHP) tidak dibatasi oleh pasal 1 ayat (1) KHUP


Noodweer putatif, yang melakukan suatu ‘pembelaan diri’ melakukan tindakanya itu karena ia mengira (=salah mengira) ia harus membela dir tetapi sebenarnya tiada alasan untuk membela diri, dapat dibenarkan berdasarkan asas : tiada hukuman tanpa kesalahan. (tidak dapat dibawa dalam lingkungan pasal 49 ayat 1)

Pelampauan batas membela diri dapatdibenarkan berdasarkan suatu alasan yang diberi nama ‘noodweer exces’, alasan tersebut dicantukan dalam pasal 49 ayat (2) KUHP : ‘tiada boleh dihukum barangsiapa melampaui batas pembelaan yang perlu jika perbuatan itu dilakukannya karena sangat panas hatinya disebabkan oleh serangan itu’.

Unsur- unsur noodweer exces:
a) melampaui batas pembelaan yang perlu
b) terbawa oleh suatu perasaan ‘sangat paas hati’
c) antara timbulnya perasaan ‘sangat panas hati’ dan serangan yang dilakukan ada suatu hubungan kausal

ad a) melampaui batas pembelaan yang perlu dapat disebabkan karena:
 alat yang dipilih untuk membela diri atau cara membela diri adalah terlalu keras, misalnya yang menyerang dengan sebatang kayu dipukul kembali dengan sepotong besi
 yang diserang sebetulnya harus melarikan diri atau mengelakkan ancaman kelak akan dilakukan serangan, tetapi ia masih juga memilih membela diri

ad b)
pada yang diserang ditimbulkan suatu perasaan “sangat panas hati”, suatu kenaikan darah (kenaikan marah) yang dapat disebabkan karena ketakutan, putus asa, kemarahan besar, kebencian, sebagai suatu alasan untuk mengurangi hukuman. Lihatlah pasal 308, 341 dan 342 KUHP.
Dalam hal kenaikan darah itu disebabkan karena yang bersangkutan adalah seorang yang patologis (jiwa yang agak tidak normal), maka dapat dipakai pasal 44 KUHP sebagai alasan yang mengecualikan dijatuhkannya hukuman.

ad c) ayat 2 pasal 49 KUHP menentukan syarat: harus ada suatu hubungan kausal antara ditimbulkannya kenaikan darah dan serangan yang dilakukan itu.
Masing- masing teori kausalitet membawa hasil yang berbeda, misalnya, dalam menentukan apakah seseorang yang luar biasa lekas (abnormal) naik darah dapat diperkecualikan diri pada dijatuhkannya hukuman karena noodweer exces, maka menurut teori conditio sine qua non, pasal 49 ayat 2 KUHP dapat dilakukan; sedangkan menurut teori adequaat ada kecenderungan memakai pasal 44 KUHP.

Karena daam hal noodweer- exces tiada hak untuk membela diri, maka noodweer-exces itu bukan suatu rechtvaardigingsgrond tetapi suatuschuld-uitingsgrond. Perbuatan yang melampaui batas pembelaan yang perlu itu tetap melawan hukum, tetapi pembuat dapat dinyatakan tidak bersalah.

Ad c) Pasal 50 KUHP, menentukan bahwa ‘tiada boleh dihukum barangsiapa melakukan perbuatan untuk menjalankan peraturan per-UU-an”.
Peraturan per-UU-an berarti UU dalam arti formil, yaitu peraturan yang dibuat oleh pembuat UU; maupun dalam arti materiil, yaitu peraturan umum.
Perbuatan menjalankan peraturan per-UU-an itu harus suatu perbuatan menjalankan peraturan per-UU-an guna kepentingan umum, tidak terbatas pada hanya menjalankan suatu kewajiban (tugas) tetapi perbuatan tersebut juga boleh diadakan dalam hal harus dijalankan suatu kekuasaan..
Jadi, pasal 50 KUHP hanya dapat membenarkan suatu perbuatan untuk menjalankan suatu kewajiban saja.

Dalam hal pembuat menjalankan suatu peraturan yang disangkanya (=salah mengira) menjadi suatu peraturan yang sah, tetapi sebenarnya bukan, maka pembuat dapat diperkecualikan dari pada dijatuhkan hukuman berdasarkan azas; ‘tiada hukuman tanpa kesalahan’, karena pasal 50 KUHP menggunakan istilah ‘wettelijk’ (=sah), maka dengan sendirinya suatu peraturan yang ternyata tidak sah, tidak dapat dibawa kedalam lingkungan pasal 50 KUHP.

Ad d) Pasal 51 KUHP mengadakan perbedaan antara suatu perintah yang dikeluarkan oleh suatu jabatan yang berkuasa (ayat 1) dan suatu perintah yang dikeluarkan oleh suatu jabatan yang tidak berkuasa (ayat 2).
Yang dimaksud enngan perintah bukan saja suatu perintah konkrit (concreet bevel), tetapi juga suatu instructie (instruksi) umum; hubungan antara yang memeriintah dan yang diperintah harus suatu hubungan menurut hukum publik 9tapi tidak perlu berstatus pegawai negeri).

Perintah jabatan yang dikeluarkan oleh suatu jabatan yang berkuasa, yaitu suatu perintah yang sah, memberi hak kepada yang bersangkutan untuk berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu. ‘hak ini menghapuskan anasir melawan hukum: oleh sebab itu perintah jabatan tersebut adalah suatu rechtvaardigingsgrond.

Perintah yang dikeluarkan oleh suatu jabatan yang tidak berkuasa

Pasal 51 ayat 2 KUHP menentukan bahwa pembuat harus memenuhi syarat supaya ia dapat diperkecualikan dari pada dijatuhkanya hukuman:
a. yang diperintah sama sekali tahu bahwa perintah yang dikeluarkan adalah suatu perintah yang tidak sah (syarat subjektif). Yang harus diperintah harus ‘te goedertrouw’
b. menjalankan perintah itu harus diadakan dalam batas- batas lingkungan ‘ondergeschiktheid’ dari yang diperintah pada yang memerintah, yan diperintah harus harus hierarchis dibawah yang memerintah dan yang diperintah itu tidak boleh bertindak diluar batas- batas ‘ondeergeschiktheid’nya.

Perintah jabatan yang dikeluarkan oleh suatu jabatan yang tidak berkuasa (tidak sah) adalah suatu perbuatan melawan hukum, karena suatu perintah yang tidak sah tidak memberi suatu hak kepada pembuat perbuatan itu yang dapat membenarkannya.
Dalam hal perintah yang tidak sah, maka tiada suatu hak yang dapat menghapuskan anasir melawan hukum. Tetapi apabila ternyata bahwa pembuat benar- benar ia sama sekali tidak tahu bahwa perintah yang diberi kepadanya adalah suatu perintah tidak sah, maka pembuat dikecualikan dari dijatuhkan hukuman.

Alasan- alasan yang mengurangi beratnya hukuman (strafverminderingsgronden) dan alasan- alasan yang menambah beratnya hukuman (strafverhogingsgonden)

Alasan yang mengurangi beratnya hukuman, KUHP mengenal 3 macam alasan umum:
a. percobaan (pasal 53 ayat (2) dan (3)
b. membantu (medeplichtigheid), pasal 57 ayat (1) dan (2)
c. belum dewasa (minderjarigheid), pasal 47

Ketentuan KUHP yang memuat alasan khusus yang mengurangi beratnya hukuman, misalnya: pasal 308, 341, 342

Alasan yang menambah beratnya hukkuman, KUHP mengenal 3 macam alasan umum:
a. kedudukan sebagai pejabat (pasal 52 KUHP)
b. recidive (perulangan), titel 31 buku II
c. gabungan (samenloop), titel VI Buku I

KUHP tidak mengenal suatu recidive umum. Hanya perulangan beberapa kejahatan saja menjadi alasan recidive, pasal 486, 487, dan 488 KUHP


PEMAHAMAN TERHADAP SURAT KUASA (HUKUM ACARA)
Oleh/arsip : Lukas >salambersih@gmail.com<>

SURAT KUASA

A. Perkembangan Lembaga Kuasa
1. Zaman Romawi Kuno
Hukum Romawi Kuno mengenal suatu asas, dimana akibat dari suatu perbuatan hukum hanya berlaku terhadap orang yang melakukan perbuatan hukum itu sendiri.
Yang artinya jika seseorang ingin memperoleh sesuatu hak, maka ia sendiri yang harus melakukan perbuatan guna perolehan hak tersebut.
Dalam perkembangan waktu, sejalan dengan berkembangnya taraf kehidupan dan kebutuhan masyarakat, asas tadi berubah, dan dalam masyarakat dikenallah suatu lembaga perwakilan, dimana jika seseorang berhalangan dalam melakukan suatu perbuatan untuk perolehan hak, maka ia dapat mengangkat orang lain sebagai wakilnya.

2. Hukum Perancis
Pada mulanya hanya dikenal lembaga perwakilan tidak langsung (middellijke vertegenwoordiging), seiring perkembangan dunia perdagangan dan tuntutan lalu lintas hukum dalam berbagai bidang, lembaga perwakilan mengalami perkembangan berupa :
- Pemberian tugas disertai pemberian wewenang (lastgeving)
- Pernyataan pemberian kuasa (machtiging)
- Volmacht
Dimana semua istilah-istilah tersebut diatas diIndonesiakan menjadi satu kata yaitu “ KUASA ”

B. Jenis2 Lembaga Perwakilan (Vertegenwoordiging)
Dari sifatnya lembaga perwakilan dapat dibagi dua yaitu :
1. Perwakilan tidak langsung (middellijke Vertegenwoordiging)
Dalam hal ini yang menerima tugas (Lasthebber) bertindak atas namanya sendiri, bukan atas nama pemberi tugas (lastgever). Contoh konkritnya perwakilan jenis ini terjadi pada jual beli untuk dilaksanakan oleh Lastheber dengan pihak ketiga, maka realisasi hubungan antara lastheber dengan lastgever dapat berupa cessie dari hak atas penyerahan (cessie van het recht op levering)
2. Perwakilan langsung (onmiddellijke vertegenwoordiging)
Dalam hal ini yang menerima tugas (lastheber) bertindak untuk dan atas nama pemberi tugas (lastgever). Perwakilan langsung dapat timbul berdasarkan :
1. Berdasarkan Undang-Undang (wettelijke vertegenwoordiging)
Perwakilan ini timbul berdasarkan hubungan alamiah seperti misalnya : Hubungan antara bapak dan anak, dimana si bapak dapat menjalankan perwakilan untuk anaknya yang masih dibawah umur atau karena penunjukkan dari pihak penguasa.
2. Berdasarkan Perjanjian (Ovreenkomst)
Perwakilan yang timbul berdasarkan perjanjian disebut “Volmacht” (Kuasa).
“Lastgeving” (Pemberian tugas) pada pasal 1792 KUHPerdata merupakan salah
satu sumber timbulnya volmacht.
Kuasa adalah pernyataan, dengan mana seseorang memberikan wewenang kepada orang atau badan hukum lain untuk dan atas namanya melakukan perbuatan hukum, dengan perkataan lain si penerima kuasa dapat bertindak dan/atau berbuat seolah-olah ia adalah orang yang memberikan kuasa itu.
Pasal 1792 KUHPerdata berbunyi bahwa : Lastgeving adalah suatu persetujuan, dengan mana seseorang memberikan kekuasaan (macht) kepada orang lain yang menerimanya untuk atas namanya melakukan suatu urusan.
Dari rumusan diatas, dapat dikemukakan bahwa akibat hukum dari pemberian kekuasaan yang timbul dari pelaksanaan penyelenggaraan urusan itu merupakan tanggung jawab pemberi kuasa.
Pasal-Pasal lainnya pada K.U.H.Perdata yang mengatur tentang kuasa adalah :
- Pasal 334 tentang kuasa untuk mewakili anak dibawah umur
- Pasal 1171 tentang kuasa memasang hipotik
- Pasal 1683 tentang kuasa untuk menerima suatu hibah
- Pasal 1794 tentang pemberian kuasa cuma-cuma
- Pasal 1795 tentang pemberian kuasa khusus
- Pasal 1796 tentang pemberian kuasa umum
- Pasal 1813 tentang berakhirnya pemberian kuasa
- Pasal 1925 tentang kuasa untuk memberikan pengakuan dimuka pengadilan
- Pasal 1934 tentang kuasa untuk melakukan sumpah
- Bab 16 buku III tentang cara-cara pencabutan kuasa
Sesuai ketentuan Pasal 1795 dan Pasal 1796 K.U.H.Perdata, maka dapat dibedakan 2 (dua jenis kuasa) yaitu :


1. Kuasa Umum
Pemberian kuasa yang dirumuskan dengan kata-kata umum untuk memberikan kewenangan kepada penerima kuasa untuk melakukan pengurusan, tidak termasuk melakukan tindakan-tindakan yang mengenai pemilikan.
2. Kuasa Khusus
Pemberian kuasa hanya menyangkut mengenai satu atau lebih kepentingan tertentu, dimana didalam pemberian kuasa khusus harus disebutkan secara tegas tindakan atau perbuatan apa yang boleh dan dapat dilakukan oleh yang diberi kuasa.

C. Pemberian kuasa yang berhubungan dengan Peradilan Perdata
Sistem peradilan Perdata diatur dalam HIR yang mengatur bahwa penggugat ataupun tergugat dapat langsung menghadap dimuka Pengadilan Negeri, sedang untuk penggugat ataupun tergugat yang ingin menguasakannya kepada pihak lain, maka surat kuasa tersebut diberikan kepada seorang advokat, pengacara ataupun penasihat hukumnya.
Pemberian kuasa pada HIR diatur dalam pasal 123 HIR
Cara pemberian kuasa dapat dilakukan dengan akta autentik ataupun surat dibawah tangan, dan bagi yang tidak pandai menulis dan karena tidak dapat membuat surat gugat sendiri, maka ketika penggugat memohon gugatan lisan kepada Ketua Pengadilan, saat itu dia menunjuk kuasanya, ini berarti kuasa lisan terlaksana dimuka Hakim. Kuasa lisan ini diatur pada Pasal 120 HIR ayat 1.
Kuasa yang diberikan untuk menghadap Hakim adalah surat kuasa Khusus, didasarkan pada pasal 123 ayat 2 HIR.
Dalam HIR dikenal juga kuasa istimewa, dimana pengaturannya terdapat dalam pasal 157 HIR. Bentuk kuasa ini harus memenuhi syarat-syarat tertentu :
- Akte Otentik
- Limitatif
- Kata-kata tegas misalnya : mengatakan pengakuan, membuat perdamaian, untuk mengucapkan sumpah, untuk memindah tangankan, untuk hipotik dan sebagainya.
D. Teknik pembuatan dan contoh dari Surat Kuasa
Surat kuasa yang digunakan dalam persidangan harus dalam bentuk Surat Kuasa Khusus Dimana dalam pembuatan surat kuasa khusus tadi harus diperhatikan hal-hal sebagai berikut :
- Identitas yang jelas dari Pemberi Kuasa
- Identitas yang diberi kuasa
- Perkara atau Hal tertentu apa yang harus dilakukan oleh penerima kuasa
- Identitas orang yang diperkarakan
- Kalau perkaranya telah mempunyai nomor, nomor tersebut agar dicantumkan
- Adanya kata KHUSUS yang diletakkan ditengah-tengah antara Identitas para pihak dengan perkara yang ditangani
- Isi Kuasa merupakan batasan yang boleh ataupun yang tidak boleh dilakukan oleh penerima kuasa
- Adanya kuasa untuk pelimpahan (Kuasa Substitusi)
- Tanggal pemberian kuasa
- Tanda tangan para pihak pemberi kuasa dan penerima kuasa.

Contoh Surat Kuasa Khusus

SURAT KUASA

Yang bertanda tangan dibawah ini xxxxxxx, pekerjaan Wiraswasta, bertempat tinggal di Jl. xxxxxxxxxxx Jakarta Pusat, dalam hal ini memilih domisili di Kantor kuasanya tersebut dibawah ini, dengan ini memberikan kuasa kepada LUKAS S. H, SSos, MM, Advokat pada Kantor Advokat LUKAS S. H, SSos, MM dan rekan beralamat di xx xxxxxxx xxx xx, Jakarta Selatan, baik bersama-sama maupun sendiri-sendiri
-------------------------------------------- KHUSUS -----------------------------------------------
Untuk mewakili atau bertindak untuk dan atas nama pemberi kuasa sebagai PENGGUGAT dalam perkara perdata mengenai Hutang Piutang berlawanan dengan xxxx, pekerjaan Dagang, bertempat tinggal di Jl. xxxxxxxxxxx Jakarta Barat, sebagai TERGUGAT.
Untuk itu penerima kuasa berhak untuk menjalankan segala acara pada Pengadilan Negeri Jakarta Barat, menghadap Hakim, dan atau pihak-pihak yang berwenang, membuat dan mengajukan gugatan, memberi keterangan lisan ataupun tertulis, mengajukan jawaban-jawaban/tanggapan-tanggapan, serta bantahan, mengajukan segala alat alat bukti, mengadakan perdamaian, menolak perdamaian, menerima pembayaran dan menandatangani kuitansi berkenaan, dan segala tindakan hukum yang patut dilakukan tanpa terkecuali, yang berlaku dalam proses acara peradilan pada Pengadilan Negeri Jakarta Barat, dan perbuatan hukum yang berkaitan dengan penyelesaian perkara perdata pemberi kuasa
Demikianlah kuasa ini diberikan dengan hak Substitusi sebagian ataupun seluruhnya dengan hak untuk menarik kembali pemindahan kuasa yang telah dilimpahkan tersebut.

Jakarta, .....................
Penerima Kuasa, Pemberi Kuasa,

KANTOR ADVOKAT
LUKAS S. H, SSos, MM dan Rekan
= XXXXXXX =

E. Beberapa Jurisprudensi mengenai Surat Kuasa dalam peradilan Perdata

1. MA tanggal 30 November 1981, No. 3038 K/Sip/1981.
“Surat kuasa khusus yang dibuat diluar negeri dan telah dilegalisasi oleh kedutaan
besar RI sehingga sesuai dengan ketentuan Hukum Perdata Internasional dapat dipakai untuk mengajukan perkara di Indonesia”
2. MA tanggal 30 September 1985, No. 425/K/Pdt/1984.
“ Sekalipun Surat Kuasa Penggugat tidak bersifat khusus, karena tidak menyebutkan subyek gugatannya sebagai pihak tergugat, tetapi karena dalam beberapa kali persidangan Penggugat secara pribadi hadir maka harus dianggap bahwa Penggugat tidak keberatan didampingi oleh kuasanya dengan segala sesuatunya yang berhubungan dengan gugatan perkara itu.”
3. MA tanggal 23 Desember 1987, No. 288 PK/Pdt/1986.
“ Surat Kuasa tidak memenuhi surat kuasa khusus, karena tidak menyebut apa yang harus digugat “
4. MA tanggal 14 April 1988, No. 2584 K/Pdt/1986.
“ Bahwa Surat Kuasa Mutlak tidak boleh digunakan untuk objek Tanah”


PEMAHAMAN MENGENAI GUGATAN (HUKUM ACARA PERDATA)
Oleh /arsip : Lukas >salambersih@gmail.com<>

A. Gugatan
Pengertian
Jika seseorang atau suatu badan hukum haknya telah dilanggar oleh pihak lain, dan penyelesaian damai tidak tercapai, maka salah satu jalan yang dapat ditempuh oleh mereka adalah perkara tersebut diajukan kepada Hakim/Pengadilan Negeri yang berwenang, dengan membuat surat gugatan.
Gugatan ini mengandung sengketa antara dua pihak atau lebih, Permasalahan yang diajukan kepada Hakim untuk diselesaikan, merupakan sengketa atau perselisihan diantara para pihak, dan umum disebut sebagai Gugatan perdata atau Gugatan Contentiosa, dengan demikian Gugatan perdata ciri-cirinya berisi suatu sengketa dua pihak atau lebih.
Produk Hukum oleh Hakim berupa Putusan.
Surat Gugatan :
Pada dasarnya menurut pandangan doktrina tentang pengertian “surat gugatan” dalam kehidupan sehari-hari kerap disebut tuntutan, dakwaan.
Beberapa pendapat Ahli hukum mengenai hal ini :
- Prof. DR. Sudikno Mertokusumo, SH menyebut surat gugatan sebagai tindakan yang bertujuan untuk memperoleh perlindungan yang diberikan oleh pengadilan untuk mencegah Eigenrichting
- Darwan Prints menyebut surat gugatan adalah suatu permohonan yang disampaikakn kepada Ketua Pengadilan Negeri yang berwenang untuk diperiksa dan diambil putusannya
Bentuk surat gugatan :
1. Surat Gugatan secara tertulis (Pasal 118HIR, pasal 142 RBG)
2. Surat Gugatan secara lisan (Pasal 120 HIR, Pasal 144 RBG)
Isi Gugatan
HIR/RBG tidak mengatur tentang persyaratan mengenai isi pada gugatan, persyaratan mengenai isi gugatan kita jumpai dalam Pasal 8 RV yang mengharuskan gugatan pada pokoknya memuat :
1. Identitas para pihak, meliputi nama, tempat tinggal dan pekerjaan, dalam praktek sering juga dicantumkan agama, umur, status (kawin atau belum kawin, janda atau duda)
2. Posita atau fundamentum petendi yaitu dalil-dalil konkret tentang adanya hubungan hukum yang merupakan dasar serta alasan-alasan daripada tuntutan.
3. Petitum (tuntutan), dimana dalam prakteknya tuntutan atau petitum ini terdiri dari dua bagian yaitu tuntutan primer dan tuntutan subsider.
Menurut M. Yahya Harahap, SH formulasi surat gugatan dalam praktek hal-hal yang harus dirumuskan dalam surat gugatan :
1. Ditujukan ke Pengadilan Negeri sesuai dengan kompetensi relatif.
2. Diberi tanggal
3. Ditandatangani Penggugat atau Kuasa
4. Tanda tangan ditulis dengan tangan sendiri, cap jempol disamakan dengan tanda
Tangan berdasarkan St. 1919-776
5. Identitas para pihak
6. Fundamentum Petendi
Artinya dasar gugatan atau dasar tuntutan, dalam praktek terdapat beberapa istilah yang kerap digunakan, antara lain :
Positum atau bentuk jamak disebut posita gugatan, dan dalam bahasa Indonesia disebut dalil gugatan.
Mengenai rumusan fundamentum petendi atau dalil gugatan muncul dua teori :
1. Substrantierings Theorie
Yang mengajarkan dalil gugatan tidak cukup hanya merumuskan peristiwa hukum yang menjadi dasar tuntutan, tetapi juga harus menjelaskan fakta-fakta yang mendahului peristiwa hukum yang menjadi penyebab peristiwa hukum tersebut.
2. Individualisasi (individualisering theorie)
Yang menjelaskan peristiwa atau kejadian hukum yang dikemukakan dalam gugatan, harus dengan jelas memperlihatkan hubungan hukum (rechtsverhouding) yang menjadi dasar tuntutan, namun tidak perlu dikemukan dasar dan sejarah terjadinya pemeriksaan sidang pengadilan.
Unsur Fundamentum Petendi yang lengkap adalah :
- Dasar Hukum (Rechtelijke Grond)
- Dasar Fakta (Feitelijke Grond)
7. Petitum Gugatan
Macam-macam bentuk petitum adalah sebagai berikut :
- Bentuk Tunggal
Apabila deskripsi yang menyebut satu persatu pokok tuntutan, tidak diikuti dengan susunan deskripsi petitum lain. Perlu diingat, bentuk petitum tunggal tidak boleh hanya bertentuk compositur atau ex-aequa et bono (mohon keadilan), tetapi harus berbentuk rincian satu persatu, sesuai dengan yang dikehendaki penggugat dikaitkan dengan dalil gugatan. Petitum yang hanya mencantumkan mohon keadilan atau ex-aqua et bono tidak memenuhi syarat formil dan materiil petitum dan akibat hukumnya gugatan dianggap mengandung cacat formil sehingga harus dinyatakan gugatan tidak dapat diterima.
2. Bentuk Alternatif
Petitum gugatan yang berbentuk alternatif dapat diklasifikasikan :
a. Petitum primair dan subsidair sama-sama dirinci
b. Petitum primer dirinci, diikuti dengan petitum subsider berbentuk compositur atau ex-aequa et bono (mohon keadilan).
Berbagai petitum yang tidak memenuhi syarat :
1. Tidak menyebut secara tegas apa yang diminta atau Peti
Tum bersifat umum.
2. Petitum tuntutan ganti rugi tetapi tidak dirinci dalam gugatan.
3. Petitum yang bersifat negatif
4. Petitum tidak sejalan dengan dalil gugatan.
Gugatan Accesoir (tambahan)
Tujuannya untuk melengkapi gugatan pokok, agar kepentingan penggugat dapat lebih terjamin meliputi segala hal yang dibenarkan oleh Undang-Undang.
Syarat Gugatan Accesoir:
- Hanya dapat ditempatkan dalam gugatan pokok
- Landasannya adalah gugatan pokok dan dicantumkan dalam akhir uraian gugatan pokok
- Tidak boleh saling bertentangan dengan gugatan pokok
Jenis Gugatan Accesoir :
1. Gugatan Provisi berdasarkan Pasal 180 ayat (I) HIR
2. Gugatan tambahan penyitaan berdasarkan pasal 226 dan pa-
sal 227 HIR.
- Conservatoir Beslag (CB) atau sita jaminan (Pasal 227
HIR).
- Revindicatoir Beslag (RB) atau sita pemilik berdasrkan
Pasal 226 HIR.
- Maritaal Beslag (MB) atau sita harta bersama berdasar-
Kan Pasal 186 KUH Perdata dan Pasal 24 ayat (2) huruf c PP No. 9 tahun 1975.
3. Gugatan tambahan permintan nafkah berdasarkan pasal 24
ayat (2) huruf a PP No. 9 tahun 1975.

B. Permohonan
Sering juga disebut sebagai gugatan Voluntair.
Sebutan ini dapat dilihat dahulu dalam penjelasan Pasal
2 ayat (1) UU No. 14 tahun 1970 (sebagaimana diubah dengan UU No. 35 tahun 1999,yang menyatakan :
“ Penyelesaian setiap perkara yang diajukan kepada badan-badan peradilan mengandung pengertian didalamnya penyelesaian masalah bersangkutan dengan yurisdiksi voluntair”.
Permohonan atau gugatan voluntair adalah permasalahan perdata yang diajukan dalam bentuk permohonan yang ditandatangani pemohon atau kuasanya kepada ketua Pengadilan Negeri :
Ciri-ciri permohonan :
- Masalah yang diajukan bersifat kepentingan sepihak semata
- Permasalahan yang dimohon pada prinsipnya tanpa sengketa dengan pihak lain.
- Tidak ada orang lain atau pihak ketiga yang ditarik sebagai pihak lawan.
Produk hukum yang dikeluarkan Hakim adalah berupa
PENETAPAN.
C. Bantahan
Bantahan biasanya diajukan terhadap pokok perkara, dapat
Juga berarti :
- Jawaban tergugat mengenai pokok perkara atau
- Bantahan yang langsung ditujukan tergugat terhadap pokok perkara.
Bantahan dapat diajukan dalam :
1. Disampaikan dalam jawaban :
Sesuai dengan ketentuan Pasal 121 ayat (2) HIR jawaban yang berisi bantahan dapat diajukan tergugat dengan lisan atau tulisan.
2. Disampaikan berbarengan dengan Eksepsi :
Cara yang dianggap sesuai dengan tuntutan teknis peradilan, dalam hal jawaban sekaligus berisi eksepsi dan bantahan terhadap pokok perkara yaitu :
- mendahulukan uraian eksepsi pada bagian depan
Dalam jawaban dibuat suatu judul tentang eksepsi
Yang ditempatkan pada bagian depan mendahului uraian
Bantahan pokok perkara.
- Menyusul uraian bantahan pokok perkara
- Bagian akhir berupa kesimpulan, yang berisi pernya-
taan singkat eksepsi dan bantahan pokok perkara.
D. Beberapa Jurisprudensi mengenai Gugatan, Permohonan dan
Bantahan dalam peradilan perdata.
1. MA tanggal 31 Mei, No. 550/K/sip/1979
Gugatan yang tidak jelas
Petitum tentang ganti rugi harus dinyatakan tidak dapat diterima karena tidak diadakan perincian mengenai kerugian-kerugian yang dituntut
2. MA tanggal 27 Juni 1979, No. 878K/Sip/1977
Mengenai Gugatan Nebis in idem
Antara perkara ini dan perkara yang telah diputus Pengadilan tinggi pada tanggal 8 Juli 1971 tidak terjadi ne bis in idem sebab keputusan PT tersebut menyatakan bahwa gugatan tidak dapat diterima oleh karena ada pihak lain yang tidak diikutsertakan, sehingga masih terbuka kemungkinan untuk menggugat lagi.
3. MA tanggal 20 Juni 1979 No. 415 K/Sip/1975
Gugatan yang ditujukan kepada lebih dari seorang tergugat yang antara tergugat-tergugat itu tidak ada hubungan hukumnya tidak dapat diadakan dalam satu gugatan, tetapi masing-masing tergugat harus digugat tersendiri.
4. MA tanggal 4 Juli 1978 No. 840 K/Sip/1975
Surat Gugatan bukan merupakan akte dibawah tangan, maka surat gugatan tidak terikat pada ketentuan-ketentuan pasal 286 (2) rbg jo Stb 1916-46 Jo. Stb. 1919-776.
5. MA tanggal 24 Agustus 1978 No. 769 K/Sip/1975
Gugatan bercap jempol yang tidak dilegalisasi, berdasarkan jurisprudensi bukanlah batal menurut hukum, tetaspi selalu dikembalikan untuk dilegalisasi kemudian.
6. MA tanggal 17 April 1979 No. 1149 K/Sip/1975
Karena dalam surat gugatan tidak disebutkan dengan jelas letak/batas-batas tanah sengketa, gugatan tidak dapat diterima.

PERMOHONAN
1. MA tanggal 14 Maret 1979 No. 03/Ag/1979
Terhadap penetapan dari pengadilan agama yang menolak permohonan izin dari seorang suami untuk menceraikan isterinya, dapat dimohonkan banding dan kasasi.